TRIBUNNEWS.COM,SEMARANG- Kepala Kantor Perwakilan (KpW) Bank Indonesia (BI) Wilayah V Jateng-DIY, Iskandar Simorangkir memprediksi ekonomi Jawa Tengah tumbuh di kisaran 5,4 persen hingga 5,8 persen.
Bagaimana Anda memandang kondisi ekonomi Jawa Tengah pada 2015?
Saya secara pribadi dan atas nama Bank Indonesia (BI) hingga kini masih optimistis. Saya meyakini, ekonomi di Jateng akan terus tumbuh.
Kami memprediksi, Jawa Tengah pun bakal menjadi daya pendongkrak perekonomian nasional.
Bahkan tetap berada di atas angka nasional.
Kami prediksi, pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah pada 2015 yakni di antara 5,4 persen hingga 5,8 persen. DPK antara 14 persen hingga 16 persen.
Sedangkan kredit optimal di angka 15 persen hingga 17 persen.
Di Jawa Tengah selama ini pula telah menunjukkan mampu mengendalikan inflasi. Itu terlihat terus berada di bawah ekonomi nasional.
Misal ketika ada kebijakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), laju inflasi di Jawa Tengah 6,19 persen sedangkan nasional mencapai 6,23 persen.
Faktor lain, basis utama investasi Jawa Tengah adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT) yang mencapai antara 7 persen hingga 7,5 persen.
Keyakinan kami pula, Jateng terus memiliki keunggulan komperatif. Iklim industri di provinsi ini pun masih terlihat kondusif dibandingkan provinsi lainnya.
Kondisi itu yang perlu dipertahankan oleh pemerintah setempat. Semakin meningkatnya produktivitas, nasib buruh –kesejahteraannya—pun perlu ditingkatkan.
Kebijakan apa yang hendak ditawarkan BI kepada Jawa Tengah pada 2015?
Jika berbicara kebijakan, terlebih yang bersifat moneter maupun makroprudensial, kami akan mengikuti yang ada di pusat.
Tetapi sebagai gambaran dan pandangan kami, kebijakan yang hendak digenjot dan semakin diberdayakan yakni Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT).
Itu merupakan gerakan bagus untuk roda perekonomian terlebih di Jawa Tengah. Dapat dibayangkan, apabila masih mengandalkan uang tunai di dalam dompet, perputaran uang akan makin melambat. Itu berkebalikan dengan yang nontunai.
Yang lain yakni penguatan bersama Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Daerah (TPID).
Inflasi itu ibarat pencuri di siang bolong. Lalu khusus di Jawa Tengah yakni pengembangan kluster di antaranya padi, sapi, ikan air tawar, dan tanaman obat.
Harapannya meskipun itu program corporate social responbility (CSR) BI, dapat dicontoh provinsi maupun kabupaten/kota lainnya.
Hal mendasar dan utama dari segala kebijakan itu yakni pentingnya koordinasi dengan pemerintah setempat.
BI adalah mitra mereka.
Untuk dapat mampu terus menjaga stabilitas harga makro dan berkelanjutan, koordinasi menjadi sesuatu yang mutlak dilakukan.
Indikator yang perlu difokuskan di Jawa Tengah pada 2015?
Keberhasilan pembangunan serta perekonomian di Jawa Tengah yakni dilihat dari tingkat daya saing baik di provinsi maupun kabupaten/kota.
Untuk meningkatkan hal tersebut ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian khusus. Satu di antaranya yakni konektivitas antardaerah. Berbicara konektivitas tentu berkaitan erat dengan penyediaan infrastruktur pendukung.
Masih terjadinya konektivitas yang belum merata menjadi faktor suatu daerah belum memiliki daya saing dengan daerah lainnya.
Baik dalam provinsi maupun antarprovinsi.
Saya contohkan di Kepulauan Karimunjawa. Apabila di wilayah tersebut sedang ada ombak besar dan berlangsung berhari-hari, secara tidak langsung akan berdampak pada harga yang merangkak naik.
Itu dikarenakan sejumlah pihak menahan diri untuk memasok barang. Mereka mau tidak mau menahan pasokan karena sejauh ini mengandalkan transportasi laut.
Itu yang kami maksud dengan konektivitas. Jadi, perlu kiranya perbaikan struktural dalam infrastruktur di tiap wilayah.
Untuk mewujudkan daerah mampu berdaya saing lebih tinggi, perlu penguatan konektivitas secara serius.