Untuk memeriksa Dirut BPR Delta Artha, penyidik tidak pakai minta izin bupati atau gubernur walau bank tersebut milik Pemkab Sidoarjo.
"Mereka akan kami panggil dalam waktu dekat," paparnya.
Terkuaknya kredit macet ini setelah ada laporan yang masuk. Bahwasanya, di beberapa bank pelat merah seperti BPR Delta Artha, Bank Jatim dan Bank Jawa Barat (BJB) terjadi kredit macet. Modua yang dilakukan yakni memalsu aplikask pengajuan.
Dari tiga bank pemerintah, penyidik saat ini masih memfokuskan pada BPR Delta Artha yang paling banyak yakni Rp 12 miliar.
Otak pembobolan di tiga bank yakni Luluk Farida Ishaq memalsukan dokumen pengajuan untuk PNS.
Kredit konsumtif yang diajukan itu nilainya mulai Rp 100 juta sampai Rp 200 juta. Dalam pengajuannya, Luluk memiliki kaki tangan yakni Munawaroh, Atiq Muziati dan Yunita untuk mencari kartu keluarga (KK) dan KTP orang lain.
Selanjutnya, Luluk mencari SK guru sehingga kredit yang diajukan itu seolah-olah untuk PNS.
Padahal SK yang dipakai pengajuan kredit ke BPR Delta Artha itu palsu.
Apakah Luluk dengan pihak bank ada kerja sama? Karena setiap pengajuan kredit selalu ada cek and ricek.
"Itu yang berusaha kami ungkap. Apakah ada kerja sama atau bagaimana," terang Undang Mugopal.
Sementara Kasi Pidsus Kejari Sidoarjo, Nusrin SH, mengungkapkan dari 155 pengajuan kredit yang fiktif mencapai 92 berkas. Uang yang dicairkan totalnnya Rp 12,120 miliar dan yang macet Rp 9,2 miliar. Kredit macet itu lantaran nasabah yang dbawa Luluk tidak membayar.
"Sejatinya uang itu dipakai Luluk semua. Ya hampir 80 persen yang dibawa tersangka Luluk," katanya.
Menurut Nusrin, uang yang cair dipakai untuk menutup utang yang masih tersisa. Istilahnya gali lubang tutup lubang. Penyidik juga menginventarisir kekayaan Luluk karena ada tengara dipakai membeli tanah atau yang lain.
"Setelah pemeriksaan Luluk nanti, akan kami inventarisir seluruh hartanya," paparnya.
Untuk mengungkap siapa saja yang terlibat, penyidik akan memfokuskan pada tersangka Luluk.