TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Kejaksaan Agung akan mengeksekusi enam terpidana mati secara serentak di dua lokasi berbeda di Jawa Tengah, Minggu (18/1).
Sebanyak lima terpidana dieksekusi di Nusakambangan, Cilacap, sedangkan satu terpidana dieksekusi di Boyolali.
Polda Jateng telah menyiapkan regu tembak yang akan mengeksekusi para terpidana mati tersebut.
Kapolda Jateng, Irjen Pol Noer Ali, mengatakan, pihaknya juga telah mengamankan lokasi atau tempat, dimana dilaksanakannya eksekusi mati itu.
"Regu tembak dan pengamanan lokasi sudah kami siapkan," ujar Noer Ali kepada Tribun Jateng, Kamis (15/1) malam, tanpa menyebut berapa jumlah personil yang disiapkan.
Noer Ali mengatakan apabila kejaksaan telah menjadwalkan kapan dan dimana pelaksanaan eksekusi mati itu, pihaknya siap untuk melaksanakan.
"Yang berwenang itu rekan-rekan dari kejaksaan. Kami sebagai polisi siap kapanpun dibutuhkan, terkait eksekusi dan pengamanan lokasi," katanya.
Kepastian pelaksanaan eksekusi diungkapkan oleh Jaksa Agung Prasetyo. "Total yang akan dieksekusi pada 18 Januari 2015 yang akan datang ada enam orang. Terdiri atas empat pria dan dua wanita, " kata Prasetyo di kantor di Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Kamis (15/1).
Prasetyo menjelaskan, dua terpidana yang ditahan di Tangerang sudah dibawa ke Nusakambangan.
Keduanya adalah Rani Andriani alias Melisa Aprilia dan Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya.
Rani ditangkap atas perannya sebagai kurir narkoba. Sedangkan Ang Kiem Soei merupakan pemilik pabrik ekstasi berskala sangat besar di Cipondoh, Kota Tangerang.
Sedangkan tiga terpidana mati lainnya, sudah sejak beberapa tahun lalu dipenjara di Nusakambangan.
Mereka adalah warga negara asing (WNA) yakni Namaona Denis, Marco Archer Cardoso Moreira, dan Daniel Enemuo.
Prasetyo mengaku sudah meninjau lokasi eksekusi di Nusakambangan. Menurutnya, lokasi tersebut memenuhi persyaratan keamanan dan kelancaran proses eksekusi.
"Itu tempat ideal untuk melaksanakan hukuman mati," katanya.
Sedangkan satu terpidana mati lainnya adalah Tran Thi Bich Hanh (37), perempuan warga negara Vietnam.
Prasetyo mengatakan pada Minggu lusa merupakan gelombang pertama eksekusi terhadap para terpidana mati, terutama terpidana kasus-kasus narkotika.
"Eksekusi mati adalah gelombang pertama, nantinya akan menyusul gelombang berikutnya," katanya.
Prasetyo mengatakan, pelaksanaan hukuman mati merupakan bentuk ketegasan pemerintah dalam memerangi kejahatan narkotika. Ia menyatakan pemerintah Indonesia tidak akan memberi ampun kepada para bandar dan pengedar narkotika.
Untuk itu, pemerintah meminta kepada pihak-pihak terkait untuk memahami keputusan tersebut.
Sudah diberi tahu
Prasetyo menjelaskan, pihaknya sudah memberi tahu mengenai rencana eksekusi tersebut kepada para terpidana.
Sesuai aturan, terpidana mati harus diberi tahu paling lambat tiga hari sebelum dieksekusi.
Prasetyo juga mengatakan, pihaknya sudah menyiapkan berbagai aspek teknis terkait. Di antaranya berkoordinasi dengan Kanwil Kesehatan, Badan Narkotika Nasional (BNN), Polri, Kanwil Agama, Kanwil Hukum dan HAM, serta pihak lembaga pemasyarakatan.
"Semua sudah dilakukan dan semua memberikan langkah-langkah yang positif," katanya.
"Regu tembak, rohaniwan, dan dokter sudah disiapkan," imbuh Prasetyo. Selain itu, Kejaksaan Agung juga telah menghubungi perwakilan negara-negara asal para WNA terpidana mati.
Prasetyo juga mengatakan bahwa pihaknya sudah memastikan para terpidana mati sudah mendapatkan hak-haknya sesuai peraturan.