TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Sekitar 100 ton tinja dibuang ke hulu Sungai Citarum setiap harinya. Hal ini menyebabkan pencemaran Sungai Citarum yang semakin parah.
"Bayangkan, itu baru tinja saja, belum termasuk kotoran hewan, limbah B3 (bahan beracun berbahaya) dari pabrik serta sampah," ujar Wakil Gubernur Jawa Barat Deddy Mizwar seusai peringatan hari air sedunia di Babakan Siliwangi Bandung, Minggu (22/3/2015).
Deddy menjelaskan, data 100 ton tinja per hari dihitung berdasarkan jumlah penduduk di hulu sungai Citarum yang tidak memiliki MCK. Jika dalam satu hari, seorang warga membuang tinja sekitar 0,25 kg, maka didapat angka 1 ton tinja per hari.
Untuk memperbaiki persoalan sanitasi tersebut, pembangunan MCK terus dilakukan. Namun ada kalanya meskipun MCK sudah dibangun, masyarakat tetap membuang tinja ke sungai.
"Kalau sudah seperti itu berarti ada kebiasaan dan budaya yang harus diperbaiki," ucapnya.
Untuk itulah, sambung Deddy, tahun ini anggaran yang disiapkan Pemprov Jabar untuk masalah sanitasi diperbesar. Dari anggaran kesehatan Rp 600 miliar, sebagian besarnya ditujukan untuk menyelesaikan masalah sanitasi.
Deddy mengingatkan, Jawa Barat sejak dilahirkan memiliki kultur dan kebudayaan yang berlandaskan pada air. Itu bisa terlihat dari nama-nama daerah yang diawali dengan kata "ci" yang berarti air, contohnya, Cimahi, Cianjur, Cikalong, Cimanuk, Cisadane, Cisangkuy, dan Cikapundung. Jadi sudah seharusnya masyarakat Jabar bersama-sama menjaga air maupun sungai.
"Dulu Cikapundung bersih lalu berubah menjadi hitam. Setelah dijaga dan diperbaiki, sekarang Cikapundung berwarna coklat. Mudah-mudahan nanti kembali bersih," tutupnya.
Data yang dimiliki Dinas Kesehatan Kabupaten Bandung mencatat, pada 2013 lalu pernah melakukan survei Enviromental Health Risk Assesment. Survei yang menggunakan teknik sampling stratified itu, menetapkan 26 kecamatan dan 75 desa sebagai sampel studi.
Hasilnya, 13,7 persen dari sekitar 3,3 juta warga Kab. Bandung, buang air besar di MCK umum. 3,6 persen di sungai, 2,9 persen di selokan, 0,4 persen di kebun, 4 persen pada WC di atas kolam, 0,6 persen di lubang galian. Sementara dalam hal saluran buangan tinja, 51,8 persen tidak mengalir ke tangki septik.(Kontributor Bandung, Reni Susanti)