Laporan wartawan Tribun Dedy Nurdin
TRIBUNNEWS.COM --MUNGKIN tak banyak yang tahu tentang siaran Benor 88.8 FM. Kanal radio ini merupakan program khusus yang dioperasikan anak rimba sejak 2011 silam. Lokasinya pun cukup jauh dari pusat kota Kabupaten Sarolangun. Tepatnya di Desa Bukit Suban, Kecamatan Air Hitam, Sarolangun.
Untuk menuju lokasi, dari simpang Pauh menggunakan kendaraan roda empat butuh waktu sekitar 2,5 jam. Akses jalan pun sulit ditempuh, jika tidak hujan bisa parkir di depan kantor Benor FM. Itu pun harus mobil dobel gardan agar bisa mendaki daerah perbukitan.
Sementara bangunannya mungkin tak semewah kantor radio kebanyakan. Hanya bangunan dua lantai dari papan dengan pemancar radio menjulang tinggi di depannya.
Sekitar pukul 12.00, Rabu (1/4) kemarin Tribun bersama sejumlah awak media dan tim ekspedisi KKI Warsi dan staf kementrian lingkungan hidup dan kehutanan RI menyambangi lokasi tersebut.
Didampingi tim dari KKI Warsi Tribun bersama beberapa awak media nasional mencoba berbincang dengan Beteduh (17) Anak Rimba menjadi penyiar radio Benor.
Terlihat dengan malu-malu Beteduh mengoperasikan radio sekaligus menjadi penyiar. Uniknya, dalam program radio yang disampaikan menggunakan bahasa Orang Rimba.
Disela-sela siaran, beteduh menceritakan pengalamannya menjadi seorang penyiar. Menurut Beteduh, Radio merupakan satu-satunya hiburan yang akrab bagi orang rimba.
"Sudah dari dulu orang rimba kenal radio. Hiburan paling populer bagi Orang Rimba ya Radio," katanya. Meski dengan terbata-bata menggunakan bahasa Indonesia diselingi logat orang rimba, Beteduh menceritakan kalau ia sudah punya keinginan menjadi penyiar sejak kecil.
Untuk itulah, dengan didirikannya Radio Bennor sejak 2011 lalu ia mengaku senang karena mendapat kesempatan untuk menjadi penyiar. "Tadi sangko susah, tapi diajari ternyata tidak susah. Matikan, hidupkan dan ngomong itu aja," jelasnya terkekeh.
Untuk menarik perhatian para pendengar tidaklah muda. Belum lagi kondisi persediaan listrik yang terkadang padam. Sehingga ia dan beberapa temannya harus urung siaran.
Namun dengan kerja kerasnya dan teman-teman sebayanya memperkenalkan radio Bennor. Kini program radio khusus orang rimba ini mulai banyak digemari. Bahkan ia dan kawan-kawan kewalahan meladeni Request dari para pendengar. "Sehari paling sedikit 60 SMS pendengar masuk," tututnya.
Lewat radio ia dan kawan-kawan memperkenalkan kehidupan orang rimba. Meski saat ini jangkauan hanya sekitar 40-50 kilometer, tapi cukup banyak menyita perhatian warga.
Beteduh pun kini mulai digandrungi warga sekitar desa,"Kadang kalau lewat dipanggil diajak mampir sama orang desa. Ditanya soal siaran," imbuhnya.
Satu diantara lagu jinggel dalam radio tersebut adalah Bdeki, yakni nyanyian saat memandikan bayi yang kini tak asing lagi di telinga pendengar Benor FM. Ada beberapa program yang ada di radio Benor. Topiknya mengangkat seputar kehidupan orang rimba.
"Topik tentang adat istiadat orang rimba. Tentang alam. Supaya Orang di luar idak salah menilai orang rimba," sambungnya.
Ada beberapa topik dalam siaran radio Benor. Diantaranya, Kaboron esen yakni tentang tentang harga komoditas hasil hutan dari orang rimba seperti rotan dan manau. rimbo kamia atau rimba kami yang berisi tentang gambaran gutandisekitar orang rimba.
Halom nioma atau adat orang rimba, serta ndok bedendang, yakni reques lagu-lagu daerah.
Andi Agustanis, sebagai direktur radio Benor FM yang juga anggota KKI Warsi ini mengatakan. melalui program radio Benor, masyarakat bisa tahu tentang kondisi orang rimba.
Andi juga berharap, lewat radio orang rimba ini nantinya bisa menjadi alat komunikasi dari setiap kelompok orang rimba. Terutama untuk mempermudah akses informasi.