TRIBUNNEWS.COM, MARTAPURA – Ribuan ton buah duku di Wilayah Kabupaten OKU Timur dibiarkan membusuk.
Harga anjlok pasca panen buah duku bersamaan di sejumlah kabupaten/kota baik di Provinsi Sumsel dan provinsi tetangga, seperti Lampung, selama satu bulan terakhir.
Kondisi serupa dialami petani duku di OKU, Musirawas Utara, dan daerah lainnya.
Meski di pasaran harga buah duku masih berkisar Rp 5.000 per kilogram, harga di tingkat petani benar-benar anjlok Rp 1000 per kilogram.
Harga tersebut tentu saja membuat petani tidak bersemangat untuk memetik duku dan menjualnya. Terlebih jarak tempuh yang sangat jauh dengan pusat kota membuat petani semakin malas.
Sejumlah petani yang berlokasi di pinggiran jalan Raya Komering menyiasati dengan menjual buah duku mereka secara borongan kepada pembeli yang membayar satu batang dengan menaksir kira-kira berapa kotak buah duku di pohon.
Sementara petani yang berdomisili di wilayah yang cukup jauh seperti Kecamatan Jayapura dan sekitarnya, menjual buah duku per kilogram. Satu kilogram duku hanya dibayar pembeli dengan harga Rp 1000.
Harga tersebut dibayar pembeli di bawah batang dengan berbagai persayaratan, seperti buah yang bagus dan super serta tidak terlalu sulit untuk membawanya ke jalan raya.
“Panen duku tahun ini masih belum terlalu besar. Memang dibandingkan dua tahun lalu tahun ini lebih besar. Istilah komering, buah duku tahun ini ‘ngerampai’ (tidak bertumpuk banyak, Red). Penyebab harga buah duku anjlok dan akhirnya banyak yang dibiarkan membusuk karena buah duku di sejumlah daerah masak secara bersamaan sehingga petani terkadang membiarkan buah duku mereka berjatuhan,” kata H Leo Budi Rachmadi SE, petani duku yang juga pelestari adat Komering di Kabupaten OKU Timur.
Menurut Leo, anjloknya harga buah duku disebabkan karena belum ditemukan pengolahan lain dari buah kebanggaan masyarakat Komering tersebut.
Jika buah durian yang tidak laku bisa dibuat tempoyak demikian juga dengan buah-buahan lainnya, berbeda dengan buah duku, hingga saat ini petani dan pemerintah belum menemukan cara menikmati buah duku selain memakan buah segarnya saja.
“Selain itu, banyaknya petani membiarkan duku mereka membusuk dan tidak menjualnya dengan serius adalah cepatnya buah duku menjadi hitam karena sebagian besar duku yang terjatuh ke tanah tidak akan bertahan lama dan menjadi hitam. Buah duku yang diletakkan di dalam karung dengan kadar panas cukup tinggi menyebabkan penguapan sehingga menyebabkan buah duku menjadi menghitam dan akhirnya membusuk. Hal itu menyebabkan harga menjadi anjlok bahkan bisa tidak laku,” katanya.
Demikian juga dengan pengawetan lanjut Leo, hingga saat ini petani belum menemukan bahan untuk membuat buah duku awet hingga beberapa bulan seperti buah-buahan lainnya.
Buah duku yang sudah dipetik dalam keadaan benar-benar masak hanya bertahan paling lama hanya lima hari saja.
Terlebih buah duku tersebut dimasukkan didalam karung atau ditumpuk maka buah tersebut akan semakin cepat membusuk.
“Kalau ada obat atau cara yang ditemukan pemerintah atau peneliti tentunya petani sangat berharap hal itu diajarkan. Sejak puluhan bahkan ratusan tahun lalu, tidak ada petani buah duku yang mengetahui cara mengawetkan buah duku agar bertahan lama. Petani hanya mengetahui bahwa agar tidak membusuk buah duku jangan terjatuh ke tanah dan diletakkan di dalam kotak agar bisa menguap,” katanya.
Salah satu cara yang biasa dilakukan petani untuk memperpanjang buah duku agar tidak menghitam dan membusuk adalah dengan menghamparkan buah duku tersebut.
Namun cara tersebut tidak akan berfungsi jika petani memiliki puluhan ton buah duku dan tentu saja akan menghabiskan banyak tempat jika buah duku dihamparkan di dalam rumah.