TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Sang Putu Putra Yoga mengisap sigaretnya dalam-dalam usai sidang di Pengadilan Tipikor Denpasar, Bali, Jumat (6/5/2015).
Adik Wakil Bupati (Wagub) Bangli, Sang Nyoman Sedana Arta ini usai mendengarkan pembacaan tuntutan atas kasus dugaan korupsi dana bergulir KUD Sulahan Bangli sebesar Rp 9 miliar.
Manager KUD Sulahan ini dituntut 5 tahun penjara.
Tak hanya dia, sekretarisnya, Kadek Budiartawan juga mendapatkan tuntutan yang sama oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU), Ida Bagus PG Agung.
Selain itu, keduanya juga dikenakan pidana denda sebesar Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.
Pada sidang terpisah yang dipimpin Ketua Majelis Hakim, masing-masing Ketut Gede Haryadi dan Beslin Sihombing tersebut, kedua tersangka ini juga diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp 3,154 miliar.
Apabila tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan usai putusan inkrah, maka harta benda keduanya akan disita untuk dilelang.
"Apabila harta bendanya tidak mencukupi, maka akan diganti dengan penjara selama 2 tahun 6 bulan," ujar JPU Ida Bagus PG Agung.
Atas tuntutan ini, terdakwa yang diwakili pengacaranya, Suryatin Lijaya menyatakan akan mengajukan pledoi.
Sang Putu Putra Yoga menyerahkan segala pembelaan pada pengacaranya. Sedang Kadek Budiartawan menyatakan sebagian pembelaannya akan dia sampaikan sendiri.
JPU menilai, kedua orang terdakwa ini melakukan penyalahgunaan dana dari Lembaga Penyaluran Dana Bergulir (LPBD) untuk KUD Sulahan dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Sulahan pada tahun 2009 hingga 2010.
Kasus ini berawal saat KUD Sulahan dan KSP Sulahan yang mengalami kemunduran sejak tahun 2009. Kemunduran ini ditandai banyaknya utang yang dimiliki koperasi dan unit-unit usaha yang ada di bawahnya.
Salah satu usaha yang mengalami kerugian paling banyak yaitu unit ternak yang mencapai Rp 3 miliar.
Pimpinan KUD Sulahan diduga menggunakan uang di unit simpan pinjam berupa deposito dan tabungan nasabah untuk menutup utang-utangnya.
Ini belum ditambah utang-hutang sebelumnya. Karenanya, atas inisiatif Putra Yoga dan Budiartawan melakukan pinjaman ke LPDB.
Namun dalam proses peminjaman terjadi penyimpangan dan tidak terlaksana sesuai ketentuan mulai pembuatan proposal hingga pelaksanaannya.