TRIBUNNEWS.COM.MANGUPURA - Pasca kematian GKAS, bayi yang berumur enam bulan lebih, di Tempat Penampungan Anak (TPA), Kelurahan Dalung, Kuta Utara, Badung, Bali, Rabu (6/5/2015) lalu, para tangga yang berdekatan dengan TPA mengatakan kerap mendengar tangisan bayi setiap tengah malam.
Padahal, di TPA itu sudah tak ada penghuninya. Ni Luh Made Sutiari (32) satu di antara tetangga yang selama dua hari ini mendengar tangisan tersebut.
"Beh, pedalem bayi nika, kanti mangkin kari gentayangan. Tyang ten jejeh ningehan, tyang medalem. Tangisane memilukan, tyang mekite ngeling ningehan (Kasihan bayi itu, sampai saat ini masih gentayangan. Saya tak takut, saya kasihan. Tangisannya memilukan, saya pengin nangis mendengarnya)," ujar perempuan yang mengaku indigo tersebut, kepada Tribun Bali, Sabtu (9/5/2015) siang.
Lanjut dia, saat melewati TPA tersebut, ia selalu melihat bayi tersebut merangkak di teras. Di samping bayi itu, terdapat kakek memakai pakaian adat Bali.
"Sosok yang menemani bayi itu adalah kakeknya yang sudah lama meninggal," ungkapnya.
Sutiari mengimbau pihak keluarga supaya menggelar ritual penyambutan, supaya arwah bayi itu pulang ke kampung halamannya dan tak bergentayangan di sana.
Seperti diberitakan, GKAS, bayi yang baru berusia 6 bulan 6 hari meninggal karena tersedak susu, Rabu (6/5/2015), saat dititipkan di tempat penitipan anak (TPA), tidak jauh dari kediamannya
"Sabtu lalu, tepatnya saat Hari Raya Saraswati dia (GKAS) melaksanakan upakara (upacara) otonan (hari ulang tahun umat Hindu) 6 bulanan. Ibunya tampak sangat bahagia saat itu, banyak keluarga yang datang ke rumah. Tapi saya tidak menyangka sekarang kejadiannya malah seperti ini," ujar I Gusti Ngurah Sujendra (50), Ketua Blok AA, sekaligus tetangga Jero Budi yang tinggal tepat di depan kediamannya, Jumat (8/5/2015) malam.