TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ternyata dari hampir 1.800 migran yang baru-baru ini mendarat di Aceh, tidak semuanya pengungsi Rohingya, 50 persen adalah migran ekonomi dari Banglades.
Sisanya adalah pengungsi Rohingya yang melarikan diri dari penindasan di Myanmar.
Hal itu disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Indonesia, Arrmanatha Nasir, mengutip hasil verifikasi awal yang dilakukan oleh Komisi Tinggi PBB untuk Urusan Pengungsi (UNHCR).
"Memang datanya menunjukkan hampir 50 persen itu merupakan warga dari Banglades, jadi memang mereka merupakan migran ekonomi," katanya, Sabtu (23/5/2015).
Adapun sisanya adalah orang-orang Rohingya yang mengungsi dari Myanmar menyusul gelombang kekerasan dan penindasan terhadap etnik Rohingya di sana.
Migran-migran, yang oleh Kementerian Luar Negeri disebut sebagai migran ireguler, menumpang kapal-kapal selama sekitar dua bulan dengan tujuan utama antara lain Malaysia untuk mencari kerja.
Namun, mereka ditinggalkan oleh awak kapal di tengah laut setelah Thailand melancarkan operasi mengatasi penyelundupan manusia.
Komposisi asal negara, menurut Organisasi Migrasi Internasional (IOM), tidak perlu dipersoalkan meskipun ada beberapa di antara mereka mengubah pengakuan tentang asal-usul mereka.
Dikatakan, beberapa di antara mereka semula mengaku orang Rohingya, tetapi kemudian mengubah pengakuan menjadi orang Banglades atau sebaliknya.
"Itu bukan menjadi kekhawatiran kami dikarenakan biar bagaimanapun, selama mereka berada di sini, dukungan yang kami berikan atau kami bantukan akan terus berjalan," kata Akmal.
Pemerintah Banglades telah mengutus duta besarnya di Jakarta untuk mengunjungi warga Banglades yang diselamatkan di Aceh dan menyatakan komitmen untuk membawa pulang warga Banglades.
Pemerintah Myanmar juga sepakat mengirim utusan ke Aceh, tetapi waktunya belum ditentukan.(Tri Wahono/BBC Indonesia)