News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

'Monster' Sangatta Kembali Memangsa Manusia

Editor: Rendy Sadikin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Awetan satu buaya yang pernah memangsa manusia ini akan dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta, 7-16 November 2014.

TRIBUNNEWS.COM, SANGATTA - Teror buaya di Sangatta masih saja terjadi. Seorang pemuda bernama Bongga Parabak (20), warga RT 4, Dusun Kabo, Kampung Jawa, Desa Swarga Bara, Sangatta Utara, Kutai Timur, hilang ketika mandi di sungai di belakang rumahnya, Minggu (16/8/2015) pagi.

Bongga ditemukan dua jam kemudian namun sudah tidak bernyawa.

Kondisinya memprihatinkan karena beberapa anggota tubuh dan badan sudah tercabik.

Tak jauh dari tubuh Bongga juga tampak ada buaya.

“Ditemukan utuh tapi tercabik di beberapa bagian, terutama yang berat di kaki dan paha,” kata Kasat Reskrim Polres Kutim, AKP Danang Setya Pambudi, Minggu (16/8/2015).

Bongga tak kembali ke rumah sejak mandi di sungai yang berada di belakang rumahnya pukul 08.00.

Setelah hampir dua jam menunggu, Marthen, orang tua Bongga, memutuskan mencarinya di tepi sungai namun hanya menemukan ongok pakaian dan peralatan mandi.

Marthen mencari sambil memberitahukan hilangnya Bongga ke warga lain, SAR Kutim, dan polisi.

Warga dan aparat gabungan dibantu pawang buaya beramai-ramai melakukan pencarian.

Saat tengah hari, kabar beredar kalau Samsi (50) warga dari Teluk Lingga menyaksikan ada korban dalam gigitan seekor buaya namun tak berapa lama menghilang lagi ke dalam sungai.

Buaya akhirnya melepaskan korban atas bantuan pawang.

“Korban segera dievakuasi dan kini sudah kembali ke rumah duka. Buayanya kemudian ditangkap dan ditembak,” kata Danang.

Buaya di Sangatta kerap memangsa manusia. Sebelum tragedi Bongga, buaya juga membunuh seorang warga Desa Pengadaan, Kecamatan Karangan pada pertengahan Juli 2015 lalu.

Teror buaya juga dialami bocah 10 tahun bernama Mala, yang tewas pada Maret 2015 lalu.

Teror buaya di Sangatta, kata Danang, diduga karena habitatnya terganggu oleh persebaran permukiman warga.

Bila benar demikian, pemerintah mesti menemukan cara untuk mengatasinya.

“Apa mungkin memang karena buaya semakin sulit mencari makan. Pemerintah seharusnya menemukan cara untuk mengatasi ini, mungkin penangkaran, atau apa saja yang bisa mengurangi risiko bagi warga,” kata Danang.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini