TRIBUNNEWS.COM, PASURUAN - Lemahnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar semakin dirasa kalangan pelaku usaha tradisional.
Termasuk pengerajin meubel tradisional di Bukir, Kota Pasuruan. Tiga bulan terakhir, para pengerajin yang menjual produknya di Pasar Mebel Bukir (PMB) tak ada pembeli.
M Savin hanya duduk-duduk lesu di depan tokonya, UD Moro Seneng, di PMB, Kamis (27/8/2015).
Ia tengah menunggu pembeli yang ternyata sudah tak ada lagi sejak sebulan terakhir.
"Tamu ada yang datang. Tapi mereka hanya lihat-lihat dan tanya-tanya saja. Sudah sebulan seperti ini," kata Savin kepada Surya.
Bahkan, Savin mengaku sudah tiga bulan ini tak menjual meubel. Para pelanggannya tak lagi menghubungi pria bertubuh tambun ini.
Sistem penjualan Savin dengan pelanggan hanya sebatas transaksional saja, bukan sistem kontrak.
Pelanggan datang, kemudian membeli secara tunai atau bayar di belakang dengan kesepakatan.
Ia menerangkan jika musim Haji memang musim paceklik.
Kendati demikian, dalam sehari setidaknya ada dua konsumen yang membeli saat kurs Rupiah belum terpuruk. Bahkan saat peak selling pada Lebaran lalu, Savin mengaku turun 40 persen ketimbang tahun lalu.
"Bukan cuma saya, mas. Semua pengerajin meubel di sini seperti itu keadaannya," sambungnya.
Savin memang mengekspor barangnya sampai ke Malaysia. Namun, sudah dua bulan terakhir pelanggannya tersebut tak lagi memesan.
"Saya tagih pembelian pun, pelanggan saya juga tak ada pembeli," ucapnya.
Tak hanya sepi pembeli, yang semakin membuat para pengerajin terpukul adalah harga bahan baku kayu juga naik 20 persen. Ia tak berani menaikan harga karena belum tentu produknya terbeli.