Laporan Wartawan Surya, Aflahul Abidin
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Ada banyak cara untuk memperlancar ASI. Jika ingin cara yang enak, kreasi lima mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya bisa menjadi alternatif.
Bola Nastar Moringa Olifera. Bagi orang awam, mendengar nama itu bisa membuat kepala pening. Padahal, jika diterjemahkan, artinya sangat sederhana: nastar daun kelor.
Para mahasiswa Unusa sengaja menciptakan kue itu untuk memperbanyak keluarnya ASI. Selama ini belum banyak orang yang sadar daun kelor lebih bisa diandalkan untuk memperlancar ASI ketimbang daun katuk.
“Orang taunya daun katuk saja. Padahal, kandungan fitosterol, zat yang berfungsi untuk memperlancar itu, lebih tinggi pada daun kelor,” kata Isnaini Karimah, satu dari lima pencipta nastar daun kelor.
Dalam membuat kue ia dan kawan-kawannya memulai coba-coba. Kecuali tepung, bahan yang mereka pakai persis dengan bahan yang dipakai untuk membuat nastar lain.
Daun kelor mereka olah hingga menjadi tepung sebagai bahan campuran adonan. Pertama kali mencoba, rasa nastar bikinan mereka tak keruan.
“Pahitnya bukan main,” terang Isnaini. Ingin lebih serius, mereka pun mengajukan proposal untuk mendapatkan dana hibah dari Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) dalam program Mahasiswa Wirausaha.
Gayung pun bersambut. Dana cair, mereka mulai kursus tata boga.
“Dari kursus, kami baru tahu bahwa campuran tepung katuk pada adonan cukup seper sepuluh saja. Waktu masih coba-coba, kami mencampur hampir separonya. Pantas saja kalau pahit,” lanjut Isnaini.
Akhirnya, resep nastar daun kelor sudah diputuskan. “Kalau yang ini kami jamin, rasanya pasti enak,” sambung dia.
Nantinya, nastar yang mereka bikin akan diproduksi masif secara bertahap. Target pasar utamanya, yakni para ibu yang punya momongan. Meski begitu, Isnaini mengklaim, nastar bikinan mereka juga aman dikonsumsi wanita tidak hamil.
Hanya, agar sesuai dengan manfaat yang dimiliki, ibu-ibu diharap bisa menjadi konsumen utama.
Selain sebagai solusi kesehatan, nastar itu juga diharapkan dapat mengantar mereka berwirausaha. Mereka ingin menghapus pola pikir lawas bahwa perawat hanya bisa bekerja di rumah sakit.
Tim itu, kata Isnaini, ingin menunjukkan kepada publik bahwa berwirausaha bisa dilakukan oleh siapa saja, termasuk orang-orang yang selama ini berkecimpung di bidang rawat-merawat dan kesehatan.
Kreasi itu, lanjut Isnaini, juga sebagai bentuk dukungan dari mereka kepada pemerintah atas program pemberian ASI eksklusif selama enam bulan.
“Kalau sekadar wacana, program itu tentu kurang maksimal. Perlu inovasi-inovasi baru yang mendorong,” ucap Isnaini.
Mereka sepakat memilih nastar sebagai peluang bisnis dan inovasi kesehatan karena menganggap kue tersebut merupakan salah satu kue favorit masyarakat.
Tim itu optimistis bisa memasarkan kreasinya dengan baik karena merasa punya manajemen yang lengkap. Ini karena tak semua mahasiswa dalam tim itu adalah mahasiswa kebidanan.
Mohammad Rizal, mahasiswa S-2 Ekonomi Manajemen bertugas mengembangkan arah bisnis. Sifatul Dadilah, mahasiswa s-1 Gizi dibebani menguji kandungan gizi hasil ciptaan mereka.
Sisanya Isnaini, Leni Widianti, dan Lailatus Zuroroh, yang sama-sama mahasiswa D-3 Kebidanan bertugas meracik kue. “Satu toples kue nastar akan kami jual Rp 25.000. Tahap awal ini, kami ingin memproduksi 160 toples dulu,” kata dia.