Pemicu munculnya kelompok mayoritas dan minoritas salah satunya adalah peraturan-peraturan daerah (otonomi) yang bernuansakan diskriminasi.
Peraturan daerah itu kemudian mengakomodasi kepentingan kelompok mayoritas baik suku, agama ataupun ras.
Bahkan peraturan tentang otonomi daerah seakan menghilangkan sejarah panjang Indonesia yang dibangun atas dasar keanekaragaman budaya, suku ataupun agama.
“Oleh karena itu, pemerintah perlu merevitalisasi Sumpah Pemuda untuk mengajak seluruh generasi baru Indonesia untuk mengingat kembali tiga sumpah yang diucapkan.
Dari Sumpah Pemuda itu jelas, hanya ada tiga hal yang satu yakni bangsa, bahasa dan tanah air,” ujar peneliti Sinaksak Center itu.
Namun untuk mengembalikan sumpah itu, menurutnya, tidak dapat diserahkan kepada pemerintah saja.
Mereka yang memiliki jiwa nasionalis dan cinta tanah air harus membantu pemerintah untuk mengembalikan nilai luhur dari Sumpah Pemuda tersebut.
Ditegaskannya, dalam proses kehidupan bermasyarakat, semangat pluralitas dalam roh Bhinneka Tunggal Ika seharusnya menjadi inspirasi bangsa Indonesia untuk senantiasa menjaga persatuan.
Sayangnya, meski sudah 87 tahun bersumpah dan sama-sama berbahasa satu Indonesia, bangsa ini ternyata belum menjadi dewasa untuk mengakui tanah air dan bangsa yang satu juga.(*)