TRIBUNNEWS.COM, TABANAN - Polres Tabanan mengungkap sindikat penjualan mobil tanpa surat sah alias bodong sebanyak 18 unit yang diperoleh dari tiga tersangka.
Adalah WI (39) asal Banjar Baturitikaja, Desa/Kecamatan Baturiti, Tabanan, Ajik O (45) asal Desa Yeh Embang Kangin, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, dan Ajik S (57) asal Desa Pergung, Kecamatan Mendoyo, Jembrana, Bali.
Pengungkapan dimulai dari Polsek Baturiti dengan mengamankan berbagai jenis kendaraan roda empat yang dijual bervariasi mulai dari Rp 15 juta hingga 50 juta dilengkapi dengan surat palsu.
Ditemui di ruang penyidik reserse kriminal di Polres Tabanan, Rabu (21/10/2015) seorang tersangka Ajik O mengatakan, dirinya rata-rata bisa menjual satu unit mobil dengan keuntungan Rp 5 juta per unit.
“Saya sudah kerja ini sekitar dua tahun,” ujar pria yang mengaku sehari-hari bekerja di bengkel ini kemarin.
Seorang tersangka lain, Ajik S mengaku untung Rp 1 juta hingga Rp 2 juta per unit mobil.
“Saya khilaf dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi,” ujarnya di hadapan Kapolres Tabanan AKBP Putu Putera Sedana.
Pengungkapan kasus ini bermula pada Jumat (16/10/2015) petugas Reskrim Polsek Baturiti, mendapatkan informasi ada masyarakat yang membeli mobil dengan harga murah tanpa dikengkapi dengan BPKB.
Petugas cek mobil Daihatsu Xenia Silver DK 1241 WG dan dokumen tidak sesuai dengan data di Kantor Samsat Jembrana.
Mobil itu kemudian diamankan. Mobil itu awalnya dijual tersangka WI ke korban I Nyoman S.
Dari keterangan WI mendapatkan 13 mobil dari tersangka Ajik O yang dijualnya di wilayah Denpasar, Jembarana, Tabanan dan Gianyar.
Kemudian Ajik O diamankan di rumahnya di Jembrana.
Ajik O mengaku dirinya mendapatkan mobil bodong itu dari tersangka lain yang masih pengejaran PI (asal Banyuwangi) di Banyuwangi yang dikenalkan tersangka Ajik S.
Kapolres Tabanan AKBP Putu Putera Sedana menerangkan, pihaknya menyelidiki kemungkinan bertambahnya barang bukti.
Selain itu, berkoordinasi dengan Kapolda Bali untuk memperketat pintu masuk ke Bali.
Sedana membantah saat disinggung dugaan keterlibatan oknum polisi dalam memproduksi surat palsu tersebut.
Ia mengatakan surat palsu tersebut bisa diibuat siapa pun. “Tidak ada keterlibatan polisi, yang pasti kami telah berkoordinasi dengan Satlantas. Surat-surat palsu biasanya tidak sesuai antara nomor mesin dan kerangka. Untuk plat kendaraan juga palsu,” paparnya.
Atas perbuatannya itu tiga tersangka dikenakan Pasal 236 Ayat (2) KUHP atau Pasal 378 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun. (*)