Laporan Wartawan Surya, Mujib Anwar
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Petani garam Jawa Timur menjerit, setelah garam produksi mereka banyak yang tidak terserap pasar domestik.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jatim, M Hasan, mengatakan jumlah produksi garam petani pada 2015 mencapai 850 ribu ton. Sementara garam yang terserap di pasar hanya 25 persen. Sementara yang mengendap di gudang sebanyak 637,5 ribu ton.
"Itu terjadi karena tidak ada yang memberi garam milik petani," keluh Hasan kepada Surya, Selasa (27/10/2015).
Sekalipun ada pembeli, mereka meminta harga jauh di bawah pasar. Sesuai harga pokok penjualan, harga garam kualitas I Rp750 per kilogram, sementara kualitas II senilai Rp 500 per kilogram. Kini, di pasar garam mereka dihargai Rp 300 per kilogram sampai Rp 450 per kilogram.
Rendahnya harga jual garam produksi petani karena kualitasnya kurang layak. "Inilah yang membuat petani kelimpungan, karena biaya produksi yang sudah dikeluarkan tidak kembali," terang dia.
Ia meminta pemerintah memberikan proteksi kepada petani garam. Merujuk Permendag No 58 tahun 2012 tentang kuota garam impor, pengusaha harus menyerap 50 persen garam petani dari total kebutuhannya.
"Tapi nyatanya aturan itu sekarang tidak berlaku sehingga stok garam banyak yang menumpuk,” tambah dia.
Menyikapi hal itu, Dirjen Ruang Pengelolaan Laut Kementrian Kelautan dan Perikanan, Riyanto Basuki, menjelaskan pemerintah tidak bisa mengintervensi pasar untuk membeli garam petani, karena garam bukan kebutuhan pokok.
"Yang bisa kami lakukan adalah memperbaiki kualitas garam supaya bisa diserap oleh sektor industri," terang Riyanto.
Riyanto berjanji akan memperbaiki kualitas produksi garam yang dihasilkan petani dengan memberikan alat penyaring, termasuk penyuluhan kepada petani agar meningkatkan kualitas garamnya.
Pada 2016, pemerintah pusat menargetkan produksi garam nasional mencapai 3 juta ton. Dari jumlah itu, 60 sampai 70 persen garam dihasilkan provinsi Jatim. Ia optimistis pada 2017 Indonesia bisa swasembada garam.