News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kisah Pasutri Asmat yang Lumpuh dengan Istri Nisa yang Buta

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Asmat dan Nisa, terlihat ceria saat menerima kedatangan Kholilurrahman, anggota DPR RI, di rumahnya, Sabtu (14/11/2015).

TRIBUNNEWS.COM, PAMEKASAN – Lengkap sudah penderitaan dialami pasangan suami istri (Pasutri) Asmat (57) dan Nisa (39), warga Dusun Polay, Desa Kertagena Daja, Kecamatan Kadur, Pamekasan.

Pasutri tanpa anak ini, kehidupannya sejak dua tahun cukup memprihatinkan. Asmat mengalami cacat kaki sejak lahir. Kalau berjalan menggunakan alat bantu tongkat kayu pemberian tetangganya. Jalannya pun tidak normal, tertatih-tatih dengan napas tersengal-sengal, seperti menahan lelah.

Sementara Nisa, sejak dua tahun kedua matanya sudah tidak bisa melihat. Rambutunya yang semula tebal, kini rontok dan hampir botak. Tubuhnya kurus dan wajahnya berubah menjadi tua, seperti usia di atas 60 tahun.

Keduanya selama ini tinggal di rumah berukuran 4 x 6 meter. Meski di pinggir jalan desa, namun letaknya cukup berjauhan dari rumah penduduk sekitar dan berbatasan dengan Desa Larangan Perreng, Kecamatan Pragaan, Sumenep.

Dinding triplek berlantai tanah. Di rumah hanya tersedia dua tempat tidur. Satu di taruh di teras terbuat dan dari kayu dan di dalam rumah, terbuat dari bambu dengan alas tikar tua yang sudah sobek.

Dapurnya yang dibangun dari gedhek dan letaknya terpisah kosong melompong nyaris tanpa isi. Yang terlihat beberapa gelas plastik untuk minum. Piring beling, warnanya buram terkesan lama tidak dicuci dan sebuah ceret air minum cukup untuk satu liter.

Sehari-harinya Asmat duduk di atas tempat tidur kayu, menunggui istrinya yang tiduran. Sebab kini Nisa bukan hanya buta, juga kesehatannya pun menurun. Sesekali Nisa memegang kepalanya yang terasa panas seperti terbakar.

Bicaranya tidak jelas, lantaran lidahnya keluh dan tenggorokannya nyeri. Kondisi ini sudah berlangsung lebih dari 2,5 tahun, akibat penyakit yang dideritanya.

Salah seorang tokoh masyarakat setempat, Mohammad Khairul Umam, mengaku prihatin dengan kehidupan Asmat dan Nisa yang tidak seperti masyarakat kebanyakan.

Dikatakan, sejak Nisa menderita penyakit kekurangan sel darah merah 2,5 tahun lalu, kehidupannya berubah.

Meski selama ini Asmat cacat di kaki kanannya, namun masih bisa mencari rezeki dengan menjadi upah buruh pencari rumput untuk pakan sapi yang dibayar Rp 300.000 per bulan.

“Begitu Ibu Nisa terserang penyakit, yang membuat kedua matanya buta, rambutnya rontok dan wajahnya berubah menjadi tua, kehidupannya memprihatinkan. Selama ini hanya dibawa ke perawat di puskesmas, setelah itu tidak. Karena tidak punya biaya,” kata Irul, panggilan Mohammad Khairul Umam.

Dijelaskan, untuk keperluan sehari-hari, seperti masak, mencuci baju, terpaksa mengandalkan bantuan famili dan tetangga sekitar. Namun kala Nisa mau makan, maka Asmat yang menyuapi, sambil mengajak bicara Nisa.

Diakui, sebenarnya Nisa memiliki famili. Tapi tinggalnya jauh di luar desa, sehingga bila memelukan sesuatu, mengharap belas kasihan. Bahkan, jika pasutri itu meminta pertolongan tetangga, Nisa berteriak lantang sekuat tenaga, agar tetangganya datang.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini