Laporan Wartawan Tribun Medan, Array A Argus
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Belum lama ini, DPRD Medan membentuk tim khusus yang membahas soal peredaran minuman beralkohol (minol) di Kota Medan.
Belakangan, minuman tradisional tuak yang terbuat dari fermentasi air nira ataupun tapai dikategorikan dalam minuman beralkohol dan peredarannya akan diperketat.
Menanggapi wacana pembatasan peredaran tuak yang dilakukan DPRD Medan, sejumlah masyarakat meminta agar anggota dewan tidak mengurusi soal tuak. Masyarakat menilai, masih banyak hal yang perlu dibenahi.
"Menurut saya, tuak itu kan minuman tradisional. Itu warisan adat. Jadi janganlah selevel DPRD itu yang dibahas masalah tuak," kata Aribowo (27) warga Jl Kapten Sumarsono, Jumat (27/11/2015) siang.
Ari mengatakan, yang perlu dibahas oleh DPRD Medan itu bagaimana memberikan masukan kepada Pemerintah Kota Medan terkait masalah peningkatan pelayanan masyarakat.
Alangkah baiknya jika DPRD Medan membahas soal peningkatan mutu pendidikan bagi masyarakat kurang mampu.
"Banyak hal yang bisa dibahas DPRD Medan ini. Membatasi minuman beralkohol itu saya rasa wajar-wajar saja. Tapi kalau membahas tuak, kan lucu juga," kata Ari.
Hal senada juga diungkapkan Yogi Yuwasta (28). Menurut Yogi, minuman tuak itu adalah minuman tradisional untuk menghangatkan tubuh.
"Minuman tuak ini bukan minuman pabrikan. Kalau tadi yang dibatasi minuman botol yang berkadar alkohol tinggi sah-sah saja," katanya.
Ia berharap, DPRD Medan bisa lebih bijak menciptakan peraturan daerah yang membangun. Alangkah baiknya jika DPRD Medan membahas soal masalah perizinan hiburan malam yang selama ini kerap dijadikan sebagai ajang pesta narkoba.
"Ya, silakan saja buat perda untuk minuman beralkohol. Kalau menurut saya, tuak itu minuman tradisional," katanya.(ray/tribun-medan.com)