Laporan Wartawan Tribun Medan, Jefri Susetio
TRIBUNNEWS,COM, JAKARTA - Psikolog Kota Medan, Irna Minauli menilai Pekerja Seks Komersil (PSK), EB (25), yang dipaksa melacur sama suaminya sudah merasa kehilangan harga diri akibat Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
"Korban KDRT merasa kehilangan harga diri dan mengembangkan learned helplessness atau ketidakberdayaan yang dipelajari," ujarnya kepada Tribun Medan, Senin (30/11/2015).
Dia menuturkan, karena terlalu sering disiksa membuat banyak EB menyerah dan pasrah dengan kondisi yang dialami.
Oleh karenanya, dia memiliki keinginan untuk melepaskan diri dari lingkaran kekerasan yang dialaminya.
"Ia perlu mendapatkan bantuan dan perlindungan. Dalam kondisi hamil, hubungan seks mungkin menjadi lebih tidak menyenangkan jika tidak dilakukan secara hati-hati," katanya.
Ia menuturkan, tidak hanya dapat kekerasan dalam rumah tangga, besar kemungkinan Erwina sering mendapatkan kekerasan secara verbal.
Tidak tertutup kemungkinan EB menerima penghinaan yang dapat merendahkan harga dirinya.
Sebelumnya, EB (25), pelacur yang sedang hamil tujuh bulan menangis saat bercerita tentang kehidupan pribadinya, setelah menikah dipaksa suaminya, ljadi pekerja seks komersil (PSK), di Taman Gajah Mada, Medan, Sumatera Utara.
"Abang, tolong aku. Aku enggak mau pulang ikut suamiku, Kristian Indra Pardede, aku takut dipukulnya. Selama ini, aku selalu ditambar dan dianiaya bila tidak memberikan uang. Aku dipaksa untuk jadi menjual diri di Taman Gajah Mada," ujarnya di Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja, Jalan KH Wahid Hasyim, Sabtu (28/11/2015) dinihari.
EB menjelaskan, saban hari, suaminya mengantarnya ke Taman Gajah Mada. Bila menolak, akan memukul, sehingga tidak berani untuk menolak permintaan suaminya.
"Aku berdiri menjajahkan diri, sedangkan suamiku jadi tukang parkir sambil liat-liat. Meskipun aku sedang hamil tetap melayani nafsu orang. Tarif di jalan sekali kencan bayar Rp 200 ribu. Sebenarnya aku enggak mau tapi dipaksa. Bila tidak berikan uang aku akan dipukuli," katanya.
Perempuan berkulit putih ini bilang, selama ini sudah berulangkali berupaya pulang ke rumah orang tua di Jalan Notes.
Namun, ayahnya selalu mengusir dan memintanya untuk kembali ke indekos di Jalan Pabrik Tenun.
"Selama ini aku ngekos sama suami. Kami kos di Jalan Pabrik Tenun. Aku sudah enggak tahan sama suamiku, aku dipaksa untuk jadi pelacur agar bisa beli sabusabunya. Suamiku pemakai narkoba, kalau aku enggak kasih uang pasti di tampar, dipukul wajahku. Berulangkali aku pulang ke rumah bapak, cuma ayahku bilang malu digosipkan tetangga, borunya hamil kok pulang ke rumah, makanya aku diusir," ujarnya.
EB menuturkan, saat usia kehamilannya masih dua bulan pernah dijual kepada bandar sabu sabu, teman suaminya. Kala itu, teman suaminya datang ke indekos dan menyampaikan tertarik berhubungan badan. Sehingga, dia tidak berani menolak permintaan Indra.
"Waktu aku masih hamil dua bulan, teman suamiku datang ngatar sabu-sabu ke kos. Jadi, temannya bilang sor sama aku, pengin berhubungan badan. Suami bilang, bunda kawan ayah pengin berhubungan sama badan sama bunda. Awalnya aku enggak mau, cuma suamiku marah-marah jadi aku dibawa ke Hotel Novi, Simpang Barat, di dalam kamar sudah ada teman suamiku dan aku melayani selama satu malam," katanya.
Ia mengungkapkan, saat itu dapat bayaran dari teman suaminya Rp 500 ribu. Namun, setelah menerima uang itu, Indra (suaminya) meminta uang tersebut untuk membeli sabu-sabu di Kampungkubur.