TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Ratusan narapidana dan tahanan beragama Kristen di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Denpasar di Kerobokan, Badung, Bali, Jumat (25/12/2015), merayakan Natal 2015.
Selain merayakan Natal bersama, para Warga Binaan Permasyarakatan (WBP) tersebut juga mendapat kado istimewa yakni pengurangan hukuman atau remisi khusus (RK).
Namun dari 160 orang yang terdiri dari 42 tahanan dan 118 narapidana, hanya 91 WBP termasuk 14 orang asing yang mendapatkan remisi.
Dari 14 WBP Asing yang menerima remisi, Tommy Schaefer merupakan narapidana yang mendapat hukuman terlama (18 tahun).
Tommy dan Heather menghilangkan nyawa ibu Heather, Sheilla Ann Von Weise Mack, di Hotel St Regis, Nusa Dua, Badung, 12 Agustus 2014 sekitar pukul 12.15 Wita.
Kedua pasangan kekasih itu memasukkan mayat ibunya ke dalam koper besar terbungkus kain seprai, kemudian dimasukkan ke dalam bagasi taksi yang dipesannya.
Dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Denpasar, Selasa (21/4/2015), Majelis Hakim yang diketuai Made Suweda menjatuhi Heather hukuman selama 10 tahun penjara.
Vonis ini lebih ringan daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang menuntutnya selama 15 tahun penjara.
Heather yang saat melakukan pembunuhan dalam keadaan hamil lalu melahirkan ketika masa penahanan, dinyatakan memberikan bantuan terhadap pembunuhan berencana yang dilakukan kekasihnya, Tommy Scaffer, kepada ibu kandungnya, Sheila Ann Von Wiese Mack.
Sementara Tommy Schaffer dijatuhi hukuman lebih berat, yakni selama 18 tahun penjara sesuai dengan tuntutan JPU.
Tommy dinyatakan telah melakukan pembunuhan berencana terhadap ibu Heather.
Narapidana asing lain yang mendapat hukuman terlama lainnya adalah Beverly Adtoon Fulache (40), warga negara Filipina, yang dipidana 16 tahun penjara dan sama-sama mendapat remisi sebulan.
Fulache didakwa menyelundupan sabu-sabu sebanyak dua kilogram ke Bali pada 13 Juli 2010.
Jaringan pengedar narkoba internasional ditangkap polisi di Bandara Internasional Ngurah Rai Bali.
PN Denpasar kemudian memvonis 16 tahun penjara pada 29 Maret 2011.
Adapun penyerahan remisi tersebut dilaksanakan di aula Lapas Kerobokan usai napi Kristiani menjalankan Misa Natal yang berlangsung lancar dan khidmat, Jumat (24/12/2015) malam.
Menurut Kusbiyantoro, WBP Asing yang diusulkan mendapat remisi khusus berjumlah 14 orang.
Dari 14 orang asing tersebut, delapan orang surat keputusannya sudah turun, sementara surat keputusan enam orang lainnya belum turun.
Mereka berasal dari Timor Leste, Afrika Selatan, Amerika, Australia, Italia, Filipina, Rusia, Inggris, dan Prancis.
"Untuk warga asing yang diusulkan mendapat remisi khusus Natal berjumlah 14 orang. Ada yang sudah turun SK nya, ada yang belum turun," kata Kusbiyantoro, yang baru menjabat Kalapas Kerobokan enam hari setelah ditunjuk menggantikan Sunarto Bondan yang dicopot usai terjadinya bentrokan di dalam lapas pekan lalu.
Secara keseluruhan, jumlah WBP yang beragama Kristen di Lapas Kerobokan berjumlah 160 orang.
Untuk tahanan, berjumlah 42 orang dan narapidana berjumlah 118 orang.
Jumlah yang diusulkan Remisi Khusus Hari Raya Natal berjumlah 91 orang termasuk warga asing.
Masing-masing 41 orang memperoleh remisi 15 hari, 46 orang remisi 1 bulan, dan 1 orang remisi 1 bulan 15 hari.
Namun dari 91 orang WBP yang diusulkan, remisi yang telah terealisasi atau SK nya telah turun adalah 82 orang, terbagi antara remisi 15 hari 37 orang, remisi 1 bulan 44 orang, dan remisi 1,5 bulan hanya 1 orang.
"Remisi yang diusulkan namun belum terelisasi berjumlah 9 orang," terang Kusbiantoro.
Selain itu ada yang tidak diusulkan remisi sebanyak 69 orang karena beberapa hal.
Di antaranya sebanyak 42 orang masih berstatus tahanan dan 27 orang narapidana belum memenuhi syarat.
Yang dimaksudkan belum memenuhi syarat karena ada yang pidana mati, pidana seumur hidup, belum sepertiga masa pidana, belum enam bulan masa pidana dan ada yang sedang menjalani pidana denda.
Terkait dengan SK yang belum turun, pihaknya menyatakan merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, dan yang memutuskan adalah pusat.
"Kalau SK belum turun itu terkait PP 99 dan yang memutuskan adalah pusat, kami menunggu dari pusat. Kalau yang umum cukup kantor wilayah yang memutuskan," papar mantan Kalapas Karangasem ini.