TRIBUNNEWS.COM, TUBAN - Jutaan ulat pohon jati tidak hanya mewabah di Lamongan, namun ulat warna hitam kecokelatan ini telah tiga hari ini menyerbu jalanan dan rumah warga di Kabupaten Tuban.
Bagi kaum laki-laki, kehadiran ulat-ulat jati tidak menjadi masalah, namun bagi kaum hawa merasa geli dan jijik.
“Saya merasa geli dan jijik melihat ulat-ulat ini. Tahun ini jumlah ulat sangat banyak, tidak seperti tahun lalu,” ujar Warsini warga RT 3 RW 2 Dukuh Krajan, Desa Betikharjo, Rabu (30/12/2015).
Sejak rumahnya diserbut ulat-ulat itu, Warsini harus membersihkan rumahnya minimal delapan kali sehari.
Caranya ulat-ulat itu dikumpulkan dalam satu tempat di pojok rumahnya lalu dibakar.
Ulat tersebut terlihat menempel di dinding rumah Warsini yang terbuat dari dinding batu bata.
"Sehari saya harus memebrsihkan delapan kali, bahkan lebih, sangking banyaknya ulat di sini,” ujaranya.
Keluhan serupa diungkapkan tetangga Warsini bernama Juri (40). Juri mengaku, kedatangan ulat jati tahun ini lebih parah dibanding tahun lalu. Untuk membersihkan ulat dari dalam rumah, anggota keluarganya melakukannya hingga jelang tidur.
“Malam mau tidur ulat banyak di kamar, ya mau tidak mau kami membersihkan dulu,” katanya.
Ia menambahkan, ulat jati tidak membuat gatal di kulit, tapi kaum perempuan dan anak-anak banyak yang jijik.
Juari menduga ulat ini disebabkan berdekatan dengan pepohonan jati dan akan terjadi sekitar dua pekan ke depan.
Kendati menganggu, Juri tidak ingin menghilangkan ulat-ulat itu, pasalnya, ulat itu akan menghasilkan uang ketika sudah menjadi kepompong.
Dia menambahkan biasanya tetangganya mencari kepompong lalu dimasak atau dijual.
“Tahun lalu harganya Rp 20.000 sampai Rp 25.000 per kilogram,” ujarnya.
Siang tadi, empat petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Tuban membantu membersihkan ulat di rumah warga. Mereka membersihkan ulat dengan cara menyemprotkan cairan oli ke pagar dan dinding rumah milik warga.
Pelaksana Tugas Kepala BPBD Kabupaten Tuban, Joko Ludiono yang kita meninjau langsung ke rumah warga mengatakan, kedatanag ulat jati merupakan fenomena alam yang terjadi setiap perubahan musim kemarau ke musim hujan, khususnya di kawasan hutan jati.
“Sebenarnya tidak ada masalah (ulat datang), tapi kalau terlalu banyak bisa meresahkan warga. Tadi saya lihat jumlahnya memang sabngat banyak, tapi ulat-ulat itu akan hilang dengan sendirinya, ya sekitar 10 hari ke depan,” bebernya.