Laporan Wartawan Tribun Medan, Jefri Susetio
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Anggota DPRD Sumut Sutrisno Pangaribuan mengatakan, kecewa lambatnya penyidik Polresta Medan menyelesaikan kasus kejahatan kemanusiaan yang dilakukan pengusaha burung walet, Mohar.
"Menurut saya minimnya anggaran untuk mengirim penyidik ke Nusa Tenggara Timur (NTT) bukan alasan. Memang biaya jadi hambatan tapi kalau kendalanya di anggaran, Polresta Medan bisa ajukan permohonan hibah agar kita anggarkan di DPRD Sumut," katanya saat dihubungi, Jumat (8/1/2016).
Setahun lalu, DPRD Sumut sudah panggil Polresta Medan untuk meminta keterangan lambatnya penyelesaian kasus Mohar.
Karena itu, dalam paparannya Polresta Medan mengeluhkan tidak adanya anggaran untuk memeriksa saksi yang sudah dipulangkan ke NTT.
"Dalam paparannya Polresta Medan keluhkan tidak ada anggaran kirim penyidik ke sana (Nusa Tenggara Timur). Kasus kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Mohar tidak bisa dibiarkan. Artinya kasus ini harus diselesaikan," ujarnya.
Sebelumnya, dua pekerja burung walet Rista Botha dan Marni Baun meninggal dunia pada Februari 2014 lantaran dikurung pengusaha burung walet di Jalan Brigjen Katamso Medan, Sumatera Utara.
Kala itu, pemilih usaha burung walet Mohar mengurung 28 perempuan di rumah berlantai 4 di Jalan Brigjen Katamso nomor 77.
Praktik perbudakan moderen ini dilakukan dalam empat tahun terakhir bersama istrinya, Hariati Ongko, dan keponakannya, Fina Winseli.