TRIBUNNEWS.COM, YOGYAKARTA - Beberapa minggu ini di Jogja ada fenomena menarik, yakni adanya spot-spot yang notabene adalah ikon Yogyakarta, namun ditumpangi dengan iklan rokok secara terselubung.
Menurut Fauzi Ahmad Noor, selaku Program Manager Muhammadiyah Tobacco Control Center (MMTC), ada beberapa titik di Yogyakarta yang telah dijamah dengan iklan rokok.
Di antara kawasan tersebut pertama di sekitar Tugu Yogya, yakni di toko yang notabene milik pribadi, namun kemudian toko tersebut dicat dan ditumpangi iklan rokok.
Kedua di kawasan Malioboro, ada patung warna-warni yang biasanya digunakan untuk selfi anak-anak muda dan kalangan wisatawan.
Ketiga ada di sekitar Gejayan.
"Terakhir di Gondolayu, masyarakat diberi bantuan untuk menegecat atap rumah, tapi konsepnya dari mereka. Dan yang paling terasa di atas Kali Code itu ada tulisan 'Create Your Own Story, Go A Head' itu jelas-jelas iklan rokok," ujar Fauzi, Selasa (26/1/2016).
Di antara tempat yang pihak MMTC ambil sebagai sampel merupakan bukti bahwa sekarang ini ada industri rokok yang menggunakan iklan-iklan terselubung.
"Mereka memanfaatkan wisatawan atau anak-anak muda untuk berselfi, di objek yang sebenarnya mereka tidak tahu objek tersebut adalah iklan terselubung," ujarnya,
Oleh karena itu, nantinya pihak MMTC beserta Forum Yogya Sehat Tanpa Tembakau (JSTT) akan mendesak Pemkot untuk melakukan penertiban.
"Kami akan membuat surat untuk wali kota. Ini ada iklan rokok, yang iklan dengan cara tidak langsung, tapi dengan cat. Kami akan meminta waktu kepada pak wali, untuk menerima kami. Nanti kami bisa berdialog tentang iklan-iklan rokok yang ada di Yogyakarta," kata Monda Saragi, Pengurus Forum JSTT.
Memang harus diakui, bahwa kasus iklan rokok seperti di Gondolayu terjadi karena ada kesepakatan dengan warga.
Namun, iklan terselubung dengan memanfaatkan fasilitas publik jelas-jelas melanggar aturan yang ada.
"Masyarakat senang aja, dibantu cat, gratis, dan mereka dibiayai ngecatnya, serta diberi kas kampung," ujar Fauzi.
"Namun yang jelas menurut catatan kami ini ada industri rokok yang memanfaatkan masyarakat sebagai media promosi rokok. Kami tidak mempermasalahkan warna catnya, karena itu hak warga yang masuk ranah privat. Cuma kita mau intervensi yang fasilitas umum, Jembatan Gondolayu," tambahnya.
Yang disayangkan Fauzi, kenapa kemudian ikon Yogyakarta macam Tugu Yogya, Malioboro, dan ikon lainnya yang telah menasional bahkan menjadi branding dunia malah dimasukin kepentingan industri rokok.
"Inikan kecolongan namanya, ranah publik yang menjadi icon kota kok malah dijadikan iklan rokok. Ini bagaimana tata Kota Yogya," sesal Fauzi.
Monda menambahkan bahwa Pemkot sekarang ini harus konsekuen dengan berbagai aturan yang telah dibuat, bukan justru memberikan celah bagi sejumlah pihak untuk melanggar.
"Kita harus melakukan proses pembelajaran, proses pengetahuan, proses advokasi ke masyarakat terkait kepentingan dan efek-efek tersebut," tukasnya.
Sebenarnya yang digaris bawahi Monda dengan kawan-kawan yakni soal bagaimana sekarang ini banyak sejumlah pihak mempromosikan produknya dengan cara terselubung, bisa dalam bentuk visual maupun dalam bentuk praktik-praktik merokok.
"Yang terpenting bagaimana pesan (iklan, red.) itu sampai ke masyarakat, itu catatan kami," tutupnya.