TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan yang juga Wakil Ketua MKD Junimart Girsang menilai Pilkada di Simalungun yang akan dilakukan pada tanggal 10 Februari 2016 menunjukkan akrobat hukum yg luar biasa.
Menurut dia, ada indikasi kuat bahwa hukum tunduk pada kekuatan uang dan kekuasaan.
"Bagaimana mungkin pasangan JR Saragih-Amran, dimana Amran sudah dijatuhi hukuman atas tindak pidana korupsi dengan hukuman 4 tahun penjara, tidak bisa dieksekusi. Kredibilitas dan kekuatan hukum MA telah dilecehkan. Hanya demi alasan menjaga agar tidak gaduh, maka sidang PTUN superkilat dengan gugatan putus pada hari yang sama ketika gugatan dilakukan, langsung diputuskan," ujar Junimart Girsang, Minggu (7/2/2016) yang begitu heran dengan praktik politik seperti itu.
Dengan kondisi itu, kata dia, maka bisa disimpulkan bahwa hukum yang tunduk pada kepentingan itulah yang mewarnai Pilkada Simalungun.
Junimart Girsang mengajak seluruh kekuatan masyarakat sipil untuk ikut mengawasi pilkada Simalungun.
"Jangan sampai ada calon pasangan kepala daerah yang bisa berdiri di atas hukum. Hukum tidak boleh mengabdi pada kepentingan sempit kekuasaan," tegasnya
Lebih lanjut, anggota Komisi III DPR ini mengajak masyarakat Simalungun agar memilih pemimpin yang merakyat. Jangan sampai hukum dikorbankan hanya karena tekanan orang per orang
Junimart menambahkan, atas apa yang terjadi di Simalungun seluruh kekuatan anti korupsi harusnya bersatu menentang praktek hukum yang jauh dari nilai-keadilan keadilan. Dan di sisi lain, KPU dan Bawaslu harusnya tegas menegakkan aturan hukum.
"Seseorang yang sudah dijatuhi hukuman penjara 4 tahun oleh MA seharusnya tidak bisa diikutsertakan dalam pilkada," ungkapnya.