TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Tanah Maluku (Maluku dan Maluku Utara) harus membuat teguran keras kepada Menteri ESDM, Sudirman Said, karena ngotot untuk membangun kilang Blok Masela di laut.
Semua elemen di Maluku, mulai dari rakyat, pemuda, akademisi, birokrat dan tokoh Maluku mendukung pembangunan kilang di darat.
Bahkan, Wakil Presiden Jusuf Kalla dipastikan mendukung kilang di darat, karena Wapres Kalla juga tokoh perdamaian Maluku.
"Sangat mengherankan, ketika semua orang mendukung pembangunan di darat, tetapi Menteri ESDM seolah memiliki agenda sendiri. Menteri ESDM semestinya sadar sebagai pembantu presiden, bukan dia yang presiden. Menteri harus menjadi suporting. Jangan berlaku seolah menjadi presiden," kata Dr. Sujud Sirajuddin dalam diskusi terbatas tentang "Blok Masela dan Kolonialisasi Abad 21" di Jakarta, Jumat petang (26/2/2016).
Diskusi ini dihadiri berbagai elemen ilmuwan dan pemuda wilayah Indonesia Timur, Dr. Abraham Tulalessy (akademisi), Dr. Halid Truly (akademisi), Elsye Mailoa (DPRD DKI Jakarta), Roy Simbiak (aktivis), Servas Pandur (peneliti), Heintje Hitalessy (budayawan), John Pieter Pattihawean, SH, Demianus Marian (aktivis), Franky J. Sahetapy, SH, MHum (Kesatuan Pelaut Indonesia), M. Syafei, dan Badri Tubaka (Pemuda Maluku).
Sujud Sirajudin mengatakan, kalau orang Maluku ditanyai pasti ingin ada di darat, karena itu yang terbaik.
Semestinya, orang Maluku yang ada di pemerintahan, DPR dan DPD RI bisa menyuarakan keinginan rakyat di Maluku.
"Kita juga belum dengar suara dari Pak Wapres, Jusuf Kalla, karena beliau merupakan representasi orang Indonesia Timur. Beliau juga tkkoh perdamaian Maluku dan warga istimewa Kota Ambon, tetapi ketika rakyat Maluku memperjuangkan untuk memperbaiki kesejahteraan melalui Blok Masela, justru beliau belum bersuara. Kita minta Pak Wapres untuk mendorong kilang ini dibangun di darat. Dalam situasi seperti ini semestinya beliau hadir," kata Sujud Sirajudin.
Sementara itu, Abraham Tulalessy mengatakan, dirinya sudah menyuarakan hal ini dalam berbagai kesempatan, tetapi tidak tahu apa yang mengganjal pemerintah.
Menurutnya, biaya pembangunan kilang itu diambil dari cost recovery, sehingga kontraktor dan pengelola hanya mengikuti kemauan pemilik gas.
"Ini kan sama dengan kita yang bangun, karena nanti semua biaya diganti. Jadi, yang menentukan itu pemilik, bukan pengelola. Ini juga akan membuktikan keberpihakan Presiden Jokowi kepada rakyat," katanya.
Dia mengatakan, wilayah laut Maluku jangan dibatasi, karena secara hukum adat, wilayah laut memiliki petuanan.
Untuk itu, sangat mengherankan, ketika Maluku hanya memiliki 12 mil dari laut. Bagi Maluku, pembangunan kilang di darat merupakan harga yang tidak bisa ditawar.
"Omong kosong, kalau multi players effect itu ada kalau dibangun di laut. Daripada dibangun di laut, lebih baik Menteri ESDM saja yang ke laut. Kami juga ingin sejahtera dengan kekayaan yang ada di Maluku. Ironis, Maluku yang kaya tetapi jadi provinsi termiskin," ujarnya.