TRIBUNNEWS.COM, NUNUKAN - Konsulat Republik Indonesia (KRI) Tawau menerbitkan paspor bagi anak-anak Tenaga Kerja Indonesia di daerah Tawau, Sabah, Malaysia.
Legalisasi ini merupakan salah bentuk perlindungan terhadap warga negara Indonesia di Malaysia, sehingga mereka bisa melanjutkan pendidikan di Indonesia.
"Demi perlindungan, kita buatkan paspor untuk meneruskan pendidikannya di Indonesia,'' ujar Staf Tekhnis Imigrasi KRI Tawau, Ujo Sujoto.
Disebutkannya, program pembuatan paspor ini merupakan salah satu upaya KRI Tawau menunjukkan fungsi duta negara dalam perlindungan dan menjamin keamanan TKI di Malaysia.
Ujo menjelaskan, pembuatan paspor bagi anak-anak TKI ini diberikan kepada pelajar yang mendapat beasiswa sekolah di Indonesia. "Ini merupakan sebuah dukungan bagi anak-anak WNI yang tujuannya agar anak-anak TKI tidak putus sekolah di tengah jalan," ujarnya.
Mereka pulang ke Indonesia dengan beasiswa melanjutkan pendidikan di berbagai kota seperti di Kabupaten Nunukan, Tarakan, Jakarta, Tangerang, Bekasi dan kota besar lainnya di Indonesia.
Setelah mendapatkan legalisasi, KRI akan memberikan surat rekomendasi keluar masuk Malaysia. "Tujuannya menghindari pencekalan oleh Polisi Malaysia jika sewaktu-waktu para pelajar ini ingin melepas kangen dengan orangtua mereka di Malaysia," ujarnya.
Melalui program ini diharapkan mereka tidak hanya mengikuti jejak orangtua mereka yang menjadi buruh kasar di perkebunan kelapa sawit.
"Program ini untuk knowledge and skill anak-anak TKI, agar kedepan mereka jadi pioner. Supaya ada kemajuan bagi daerah masing masing asal TKI tersebut. Sehingga tidak seperti orangtuanya hidup di ladang, anak juga,'' katanya.
Dia mengatakan, dengan upaya dimaksud para TKI juga tidak perlu lagi mengkhawatirkan anak-anak mereka yang lahir dan belum memiliki dokumen di Malaysia.
Selama ini, banyak anak TKI yang tidak bersekolah karena tidak memiliki dokumen keimigrasian untuk pulang ke Indonesia melanjutkan pendidikan formal. Di Malaysia, mereka hanya mendapatkan pendidikan non formal yang diselenggarakan di perkebunan kelapa sawit. Jenjang pendidikan non formal yang ditempuh mulai dari TK hingga sekolah menengah atas.
"Karena keterbatasan yang ada maka tingkat pemahaman dan SDM otomatis tidak bisa disamakan dengan mereka yang bersekolah di sekolah sekolah negeri," ujarnya.
Sejak program itu diluncurkan, sudah ratusan anak TKI yang mengantongi paspor terbitan KRI Tawau. Pembuatan paspor untuk anak-anak TKI ini juga meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. "Tahun 2015 sekitar 150 anak TKI. Tahun ini akan lebih banyak lagi," ujarnya. (noe)