Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Eksekutif Komisariat Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi Universitas Bosowa Makassar berunjuk rasa soal iuran BPJS Kesehatan.
Mereka meminta Presiden Joko Widodo membatalkan Perpres No 19 Tahun 2016 tentang perubahan dan kenaikan iuran BPJS Kesehatan, Kamis (31/3/2016).
Koordinator aksi, Mohammad Sadik Wajo, mengatakan pemerintah tak semestinya menaikkan iuran BPJS Kesehatan tanpa mendengar aspirasi rakyat.
"Seharusnya presiden sebelum menaikkan iuran wajib menanyakan ke rakyat dengan cara uji publik kepada pemilik dana amanat yaitu buruh, pengusaha, dan masyarakat. Apalagi BPJS adalah kepesertaan wajib," ujar Sadik.
Ia menambahkan, apapun alasannya rakyat indonesia tidak boleh dibebankan atas apa yang menjadi haknya sendiri.
"Rakyat tidak boleh dibebankan apa yang sudah menjadi haknya termasuk hak atas akses kesehatan, apalagi membayar dalam bentuk iuran," sambung dia.
Pengunjuk rasa menuntut agar Presiden Jokowi segera membatalkan perpres tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan.
Mereka menilai kenaikan iuran BPJS Kesehatan hanya untuk mencari keuntungan semata. Jika begini adanya, patut BPJS yang katanya nirlaba dan tidak mencari keuntungan itu patut dibubarkan.
"Tapi pertimbangan menaikkan iuran itu adalah pertimbangan keuntungan," beber Sadik.
Pengunjuk rasa menuding BPJS Kesehatan sebagai badan yang diskriminatif karena dalam memberikan layanan masih memakai sistem kelas. Bagaimana jika di waktu bersamaan mereka minta dilayani.
"Pertanyaannya bagaimana kalau pemegang kartu BPJS kelas 1, 2, dan 3 sakit secara beesamaan? Siapa yang akan didahulukan?" tanya dia.
Atas dasar itu pengunjuk rasa meminta BPJS Kesehatan dibubarkan saja dan mereka meminta pemerintah menambah layanan alokasi ABPN di sektor kesehatan.
"Kami minta BPJS dibubarkan dan juga pemerintah memberikan pelayanan kesehatan dwngan menambah jumlah alokasi APBN di sektor kesehatan," kata Sadik.