Laporan Wartawan Tribun Bali, I Made Ardhiangga
TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR - Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengaku tak berhak mencabut Perpres Nomor 51 Tahun 2014, karena wewenang itu ada di presiden.
Anggota Komisi VI DPR RI, Nyoman Dhamantra, menilai sejatinya Made Mangku Pastika bertanggungjawab dan jangan lepas tangan karena ia turut andil soal kebijakan reklamasi Teluk Benoa.
Tak dipungkiri munculnya Perpres Nomor 51 Tahun 2014 adalah rekomendasi atau akibat permintaan Gubernur Made Mangku Pastika sekira tahun 2013.
"Selanjutnya Perpres 45 itu diubah oleh Presiden SBY menjadi Perpres 51. Itu adalah hasil rekomendasi Gubernur Made Mangku Pastika," ucap Dhamantra saat dihubungi Tribun Bali, Rabu (13/4/2016).
"Gubernur tidak dapat melepaskan keterlibatannya bila rakyat saat ini meminta Presiden mencabut Perpres 51 Tahun 2014. Kalau bukan rakyat dan gubernurnya mempertahankan konstitusinya,
terus siapa yang akan bergerak atau melindungi? Gubernur tidak boleh lepas tangan terhadap hal ini," imbuh politikus PDI Perjuangan itu.
Menurut Dhamantra, saat ini Parisadha Hindu Dharma Indonesia sudah menjatuhkan Bhisama yang isinya, kawasan Teluk Benoa merupakan kawasan suci.
Berdasar putusan itu, Gubernur Bali yang mengadvokasi kebijakan reklamasi Teluk Benoa harus bertanggungjawab dan mematuhi Bhisama yang sudah disepakati.
Penolakan 28 desa adat, imbuh Dhamantra, mungkin lebih juga sudah merupakan bukti kuat dan strategis sikap masyarakat Bali terhadap rencana rekalamasi Teluk Benoa.
"Hak tradisional masyarakat adat merupakan keyakinan, tradisi ataupun aturan tentang hak individu seorang warga negara yang tidak tertulis. Hak itu adalah konstitusi negara yang diakui dalam UUD 1945 pasal 18b," beber dia.