News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Romusha Terakhir Desa Sawarna

Pulang Sekolah Diangkut Tentara Jepang

Editor: Hendra Gunawan
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sarjo (91), warga Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, yang merupakan salah satu mantan romusha yang masih bernafas.

TRIBUNNEWS.COM -- Dewasa ini, era penjajahan Jepang di Bumi Nusantara pada tahun 1942 - 1945 silam mungkin tidak lebih dari sekadar literatur sejarah hitam bangsa Indonesia sebelum proklamasi dikumandangkan.

Namun, bagi mereka yang mengalami langsung kekejaman Jepang pada zaman itu, kengerian itu sangat nyata.

Khususnya bagi mereka yang kala itu masih berusia belia, namun sudah harus kerja paksa sebagai seorang romusha, atau buruh dalam bahasa Jepang.

Adalah Sarjo (91), warga Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, yang merupakan salah satu mantan romusha yang masih bernafas.

Ditemui di kediamannya di Dusun Cibeas, RT 02/01 nomor 10, Desa Sawarna, Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten baru-baru ini, Sarjo masih ingat betul pengalamannya menjadi romusha saat dirinya masih berusia 18 tahun.

Walau sudah hampir berusia satu abad, Sarjo bisa dengan lancar menuturkan detik-detik dirinya diculik tentara Jepang hingga Jepang angkat kaki dari Tanah Air.

"Tapi tolong adek bicaranya agak keras sedikit ya. Saya sudah tua, sudah susah dengar, " kelakarnya kepada Warta Kota.

Sarjo menuturkan, seluruh rekan romusha seperjuangannya di Bayah pada waktu itu sudah berpulang. Sarjo adalah romusha terakhir di Desa Sawarna. "Sudah pada mati, dek. Tinggal saya sendiri," katanya.

Sarjo bertutur, petaka menimpanya pada tahun 1943. Sarjo muda, yang waktu itu baru pulang dari sekolah menengahnya di Desa Bringin, Kecamatan Bayan, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah, tiba-tiba dihadang oleh sekompi truk berisi tentara Jepang.

Tanpa tedeng aling-aling, beberapa tentara Negeri Matahari Terbit itu langsung menggamit tangan Sarjo dengan kasar, lalu menaikkannya ke truk. Sarjo muda pun tak bisa berkutik. Tak berdaya melawan.

"Tentara Jepang pakai senjata lengkap semua. Ngomong pake bahasa Jepang, saya nggak ngerti. Ya sudah pasrah saja," kenang Sarjo.

Sambil menangis, Sarjo muda hanya bisa duduk tak berdaya di dalam bak truk sembari memikirkan ayah, ibu, sanak saudara, dan kawan-kawannya.

"Diculik begitu saja tanpa dikasih kesempatan pamit ke orangtua. Siapa yang nggak hancur hatinya," ujarnya.

Dari Purworejo, para tentara Dai Nippon lalu membawa Sarjo dan sejumlah tawanan muda lainnya ke Rangkasbitung, sebelum akhirnya bertolak ke Pulo Manuk, Bayah.

Di sana, Sarjo langsung mulai bekerja sebagai budak Jepang. (Banu Adikara)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini