TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Suasana sepi terlihat di lokalisasi Bayur Sempaja Utara, Samarinda, Senin (16/5/2016) siang. Seorang perempuan bertubuh langsing serius memainkan keypad telepon genggamnya.
Perempuan tersebut bernama Nina (bukan nama sebenarnya), sehari-hari tinggal di Wisma Primadona, kompleks lokalisasi Bayur. Ia terkejut mendengar kabar tempat kerjanya bakalan ditutup.
Informasi yang ia terima, pemerintah akan menutup lokalisasi tahun 2018.
"Terakhir rapat dikasih tahu akhir 2018 tutup, jadi harus siap-siap tidak kerja lagi. Tapi kok langsung mendadak se-Kaltim mau ditutup semua. Aku juga kaget, kok ini mendadak?" ucap perempuan yang mengikat rambutnya.
Nina sudah dua tahun menjadi pekerja seks komersial (PSK) di lokalisasi Bayur. Dia mengaku belum punya persiapan menyudahi pekerjaannya.
Pasalnya tidak ada keterampilan yang dimiliki, belum lagi pendidikannya hanya tamat SD.
Nina juga masih belum yakin menerima tawaran kursus menjahit dan salon dari Dinas Sosial.
Menurutnya, pekerjaan tersebut tak mendatangkan keuntungan yang cepat dan lebih. Ia hanya berharap pemerintah memberikan modal untuk pulang kampung.
Nina berencana modal tersebut untuk membeli sawah di Situbondo, Jawa Timur, kampung halamannya.
"Kalau ini (lokalissasi) ditutup, ya pemerintah harus kasih modal. Ini satu-satunya pekerjaan saya, kalau ditutup kan saya tidak tahu mau kerja apa. Pengennya modal itu nanti beli sawah, kebun di Jawa untuk Bapak dan Ibu," kata wanita berusia 24 tahun itu.
Nina dan teman-teman seprofesinya menggantukan diri dari praktik prostitusi demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan pekerjaannya ini harus dirahasiakan dari kedua orangtuanya.
Sebelum menjadi PSK, Nina hanya ibu rumah tangga yang memiliki 2 anak. Ia nekat menjadi PSK lantaran keluarganya terlilit hutang sekitar Rp 40 juta.
Beban Nina terasa semakin berat setelah sang suami menceraikan dan meninggalkan buah hatinya.
"Satu-satunya penghasilan dari sini (lokalisasi) karena tuntutan ekonomi. Anak saya kembar umur 7 tahun di kampung sama orangtua. Nah orangtua saya cuma petani. Mereka tidak tahu saya jadi PSK, tahunya kerja ikut orang di sini," ujarnya.
Mengetahui bisnis prostitusi di Kalimantan terbilang besar, Nina memutuskan angkat kaki dari Situbondo menuju Samarinda.
Bermodal nekat, Nina dikabari salah satu kenalannya tinggal di Lokalisasi Bayur. Ia pun menekuni pekerjaannya itu tanpa beban sembari berharap imbalan rupiah dari pelanggan.
Pukul 14.00 Wita, Nina sudah siap menjamu pelanggan. Mengenakan pakaian seksi dan aroma minyak wangi yang kentara demi menarik minat para pria hidung belang. Biasanya pelanggan ramai berdatangan pukul 20.00 - 01.00 Wita. Saat itu juga para pria silih berganti melirik dan menjadikannya pemuas nafsu birahi.
Tarif pelayanannya Rp 300 ribu sekali melayani pria. Dalam sehari paling banyak melayani 3 pria. Ia juga mendapatkan tips usai memandu pelanggan meneguk bir Rp 50 ribu - Rp 100 ribu per orang.
Sayang, penghasilannya tersebut terkadang belum juga mampu melunasi hutangnya. Pasalnya uang yang didapat harus dipotong membayar segala tetek bengek lokalisasi.
Bahkan ia sampai berhutang lagi dengan muncikari saat tak mendapatkan pelanggan. Namun Nina enggan menyebutkan besaran hutangnya kepada muncikari.
"Ada yang pernah kasih uang lebih, kadang Rp 500 ribu itu untuk tips. Kadang-kadang itu mereka kasihan, walaupun mainnya sebentar ya kasinya lebih begitu. Soalnya uang saya ini nanti dipotong untuk kamar Rp 25 ribu per pelayanan, untuk uang kas Rp 15 ribu per minggu, kesehatan Rp 25 ribu per bulan, kontrol Rp 5 ribu per orang bermalam," tutur wanita yang mengaku senang melayani pria berusia 40 ke atas ketimbang yang usia 20 tahun.
Kondisi tersebut membuatnya tak pernah menghabiskan uang untuk foya-foya. Selama berada di lokalisasi Nina mengaku jarang keluar area lokalisasi, apalagi berbelanja di mal.
Ia lebih memilih menyimpan uangnya untuk kebutuhan orangtua dan anaknya di Situbondo. Sehari-hari Nina banyak menghabiskan waktu di lokalisasi bersama kawan-kawan seprofesinya sembari menanti pelanggan.
Kendati demikian, suatu saat Nina ingin berhenti sebagai PSK. Ia menyadari pekerjaannya itu haram dan membuat malu keluarganya. Ia ingin menjalani kehidupan normal layaknya orang-orang. Mendapat pekerjaan halal, sambil berkumpul dengan suami dan anak-anaknya. (tribun pontianak/dmz)