TRIBUNNEWS.COM, GUNUNGKIDUL - Niatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk mencabut Peraturan Daerah (Perda) Minuman Beralkohol mengundang penolakan di banyak daerah.
Pencabutan Perda tersebut dinilai dapat membuka celah semakin besar akan peredaran minuman keras di masyarakat.
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Gunungkidul, Suharno, menuturkan, pihaknya menyatakan sikap untuk tidak mencabut Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2010 Tentang Pengawasan dan Pengendalian Peredaran Minuman Beralkohol (Mihol) di Gunungkidul.
Ia beralasan, riskannya regulasi tersebut jika dicabut akan membuka celah peredaran minuman keras lebih besar. Namun, diakuinya, tanpa ada langkah penanggulangan yang seimbang, regulasi tersebut tidak akan berarti apa-apa.
"Selain adanya regulasi, minuman keras ini juga cenderung harus ada penanggulangannya. Jadi keduanya harus tetap ada. Untuk itu, kami tidak akan mencabut Perda tersebut," ujar Suharno, Selasa (24/5/2016).
Suharno menganggap keputusan untuk tidak mencabut Perda Miras sudah benar. Hal ini sudah sesuai dengan perintah Presiden Jokowi untuk memerangi narkoba dan minuman keras karena buruknya dampak yang akan ditimbulkan, khususnya untuk generasi muda.
"Narkoba dan Miras, adalah sesuatu yang kita perangi bersama, karena akan merusak mental generasi muda. Ini sesuai dengan intruksi Presiden Jokowi, dan kami akan mendukung penuh," tutur Suharno.
Upaya pencabutan ribuan Perda yang termasuk Perda Miras didalamnya oleh Presiden Jokowi dikarenakan menghambat investasi. Padahal menurut Suharno, tanpa mengandalkan sumber dari sana, PAD tetap akan mengalir, utamanya dari sektor pariwisata yang berpotensi besar terus dikembangkan.
"Apa cuma dari situ terus dikatakan menghambat investasi, tidak. Sektor-sektor lain, mampu menyumbang PAD yang berarti untuk pembangunan daerah. Mihol hanya berdampak buruk saja," ujar Suharno. (*)