Teguh Santosa: Bahasa Indonesia Tulang Punggung Bangsa
TRIBUNNEWS.COM, MURUNG RAYA - Bahasa Indonesia merupakan salah satu elemen penting yang menopang gagasan kebangsaan dan negara Indonesia.
Bahasa Indonesia yang dikembangkan dari bahasa Melayu Pasar mampu menyatukan masyarakat yang berasal dari begitu banyak suku pada masa-masa awal kebangkitan nasional.
Sehingga dengan demikian, sudah semestinya bahasa Indonesia dipergunakan untuk menjaga ikatan kebangsaan Indonesia tetap erat dan kuat.
Anggapan sementara kalangan yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia kaku dan kuno serta tidak mampu bersaing dengan bahasa-bahasa lain di kancah internasional mencerminkan ketidakmampuan dalam meresapi arti perjuangan founding fathers yang telah mengorbankan diri dan nyawa mereka demi kemerdekaan Indonesia.
Demikian disampaikan Ketua bidang Luar Negeri Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Teguh Santosa ketika memberikan sambutan dalam perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2016 yang diselenggarakan PWI Kalimantan Tengah di Kabupaten Murung Raya.
Peringatan HPN Daerah ini diikuti ratusan wartawan se-Kalimantan Tengah dan dihadiri Wakil Gubernur Kalteng Habib Said Ismail beserta jajaran Pemprov Kalteng dan Pemkab Murung Raya.
Teguh menghadiri HPN Daerah Kalteng mewakili Ketua Umum PWI Margiono yang berhalangan.
“Sejarawan asing yang mengamati kelahiran dan revolusi kemerdekaan Indonesia mengakui bahwa bahasa Indonesia yang dikembangkan dari bahasa Melayu Pasar ini mampu mengikat kita semua sebagai sebuah bangsa."
"Perasaan senasib dan sepenanggungan di bawah penindasan penjajah direkatkan oleh bahasa Indonesia,” ujar Teguh.
Bahasa Indonesia, sebut Teguh yang juga dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, ini unik.
Keunikannya terletak pada fakta bahwa awalnya bahasa Melayu Pasar yang menjadi cikal bakal bahasa Indonesia hanya digunakan oleh suku Melayu yang terbilang minoritas.
“Rasanya, hanya di Indonesia, bahasa nasional yang menyatukan sebuah bangsa berasal dari suku minoritas."
"Ini memperlihatkan kemampuan bahasa Indonesia beradaptasi dengan bahasa-bahasa daerah lain, sekaligus memperlihatan bahwa orang Indonesia lebih mencintai persamaan di antara mereka daripada meributkan perbedaan,” ujar Teguh yang juga mengajar di London School of Public Relations LSPR (LSPR) Jakarta, dan kini tercatat sebagai Wakil Rektor Universitas Bung Karno (UBK).