TRIBUNNEWS.COM, CIPALI - Abdul Manaf (21), warga Cimahi, Kecamatan Campaka, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat, hanya bisa berdecak kagum melihat konstruksi Jalan Tol Cipali atau Cikopo (Purwakarta)-Palimanan (Cirebon) yang bagus.
Bersama ribuan warga desa lainnya, setiap hari ia menyaksikan hilir mudik kendaraan berkecepatan tinggi melaju di atas jalan mulus karena tol terbaik di Indonesia itu melintas terbuka di bawah desa mereka.
Sayangnya, kemewahan megaproyek nasional tersebut bak fatamorgana.
Mulusnya aspal/ beton Cipali bertolak belakang dengan kondisi jalan desa yang setiap hari mereka lalui.
"Sudah dua tahun jalan ini dibiarkan berlubang dan tidak segera diperbaiki," ujar Abdul Manaf (21) yang membuka warung di pinggir jalan Desa Cimahi, 13 Juni lalu.
Sejumlah pemuda yang tengah berkumpul di warung itu menimpali. Mereka mengatakan, jalan di desa rusak seiring pembangunan Tol Cipali.
Malahan di sebuah tanjakan di desa itu, hampir semua aspalnya mengelupas dan tinggal batuan koral mengisi relung-relung jalan yang tidak lagi rata.
Kondisinya tidak nyaman karena pengendara sepeda motor harus bergantian mencari jalan yang masih baik.
Apabila ada mobil lewat, debu beterbangan hingga ke permukiman.
Sebaliknya, apabila hujan, jalan itu menjadi becek. Tidak jarang pula pengendara sepeda motor terpeleset di jalan itu karena jalan menjadi licin.
"Ban sepeda motor cepat sekali rusak," kata Ade Mamat, warga setempat yang setiap hari melewati jalan itu.
Tokoh masyarakat Desa Cijunti, tetangga Cimahi, Rohata (45), mengatakan, penderitaan warga sudah berlangsung selama dua tahun.
Selama setahun pembangunan ruas Tol Cipali yang melewati Kecamatan Campaka, truk-truk besar pengangkut material lalu lalang di jalan desa itu.
"Jalan ini rusak akibat truk besar kontraktor untuk konstruksi jalan tol. Truk bertonase lebih dari 20 ton melintas di jalan desa yang kekuatannya tidak sampai 5 ton, ya jalannya jadi rusak," ujar Rohata.
Total panjang jalan kabupaten yang melintasi desa itu 27 kilometer, menghubungkan Desa Cijunti-Cimahi dan Kertamukti.
Bagi warga di wilayah itu, jalan tersebut sekaligus merupakan jalan akses menuju pintu Tol Cikopo dan Cipali.
Jika lewat dari barat, masuk jalan tersebut bisa dimulai dari Cikopo pada Jalan Raya Purwakarta-Karawang.
Dari sana, jalan berbelok-belok melewati perkebunan karet masuk ke Desa Cijunti, Cimahi, Kertamuti, dan keluar ke Jalan Raya Purwakarta-Subang, sekitar 10 kilometer dari perempatan Sadang, Purwakarta.
Jika Jalan Cikopo-Sadang-Purwakarta padat, jalan ini menjadi jalur alternatif arus lalu lintas dari Karawang ke Subang dan sebaliknya.
Berdasarkan pemantauan Kompas, tidak seluruhnya jalan itu rusak dan berlubang. Sebagian aspalnya ada yang masih bagus walaupun di sana-sini ada aspal terkelupas.
"Di desa kami, ada sekitar 3 kilometer jalan tidak mulus," ujar Kepala Desa Cijunti Toha bin Saripin (46).
Tidak diperbaiki
Pertengahan Juni 2015, Presiden Joko Widodo meresmikan jalan tol sepanjang 116,7 kilometer itu.
Warga, menurut Rohata, menyambut dengan penuh sukacita sebab suasana desa ikut menjadi ramai.
Selain itu, ada harapan, dengan beroperasinya tol itu, jalan desa yang rusak oleh kendaraan besar proyek bisa segera diperbaiki.
Namun, sudah setahun sejak Tol Cipali diresmikan belum ada tanda-tanda jalan itu dikembalikan seperti semula.
Padahal, lanjut Rohata, selama pembangunan tol, masyarakat di daerahnya sudah banyak berkorban untuk mendukung kelancaran megaproyek Trans-Jawa itu.
Soal pembebasan lahan, misalnya, warga menerima dan nyaris tanpa gejolak.
Lalu, debu yang bertebaran hingga permukiman, imbas lalu lalang truk-truk pengangkut material jalan tol, warga juga memakluminya. "Tetapi, akses jalan desa yang kami miliki menjadi luar biasa jelek," ujar Rohata.
Padahal, seperti diungkapkan Presiden Jokowi, pembebasan lahan selalu menjadi kendala pembangunan infrastruktur.
"Proses membebaskan lahan Jalan Tol Cikopo-Palimanan membutuhkan enam tahun. Saya ulangi, enam tahun. Konstruksinya saja bisa cepat, yaitu 2,5 tahun. Ini ada yang tidak betul dengan regulasi kita," kata Presiden Jokowi saat meresmikan Tol Cipali, 13 Juni 2015.
Jalan Tol Cikopo-Palimanan ini terletak 72 kilometer dari Jakarta.
Jalan tersambung dengan dua ruas jalan tol yang telah beroperasi, yaitu Jalan Tol Jakarta-Cikampek di sebelah barat dan Jalan Tol Palimanan-Kanci di sebelah timur.
Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi mengatakan, sebelum rusak, jalan tersebut sebenarnya baru saja dibangun dengan hotmix kualitas baik.
Dedi menyayangkan pihak kontraktor yang sama sekali tidak memperhatikan kerusakan jalan desa akibat pembangunan tol.
"Truk besar lalu lalang membawa bahan material. Setelah rusak, mereka membiarkan begitu saja, tanpa perbaikan kembali," tutur Dedi saat meninjau jalan itu, 10 Juni lalu.
Karena tidak ada kejelasan perbaikan jalan, Pemerintah Kabupaten Purwakarta pun terpaksa menganggarkan dana Rp 17 miliar untuk memperbaiki jalan.
"Sekalian kita ganti konstruksinya dengan beton saja agar lebih kuat. Daripada terus dibiarkan tanpa solusi, kami menganggarkan Rp 17 miliar dari APBD 2017," kata Dedi.
Wakil Direktur Utama PT Lintas Marga Sedaya (operator Jalan Tol Cipali) Hudaya Arryanto mengatakan, selama masa konstruksi Jalan Tol Cipali, sudah ada mekanisme proyek untuk memelihara jalanan yang dilalui kendaraan proyek.
"Dalam catatan kami, perbaikan terhadap jalan-jalan yang terdampak di sepanjang proyek sudah dilaksanakan dan diterima pemerintah setempat sesuai kewenangannya," ujar Hudaya.
Jika masih ada laporan kerusakan jalan, seperti di Campaka, setelah konstruksi selesai setahun, kata Hudaya, pihaknya berjanji menurunkan tim untuk menelusuri penyebab kondisi jalan dan memeriksa kegiatan pemeliharaan jalan oleh kontraktor atau subkontraktor.
Jika kondisi itu masih dampak aktivitas proyek selama konstruksi Tol Cipali, kontraktor terkait segera mengembalikannya ke kondisi semula.
Walaupun perbaikan jalan masih setahun lagi, mengacu realisasi APBD Kabupaten Purwakarta 2017, Kepala Desa Cijunti menyambut antusias rencana perbaikan jalan itu.
Dia berharap aktivitas ekonomi di wilayahnya bisa semakin bergulir karena didukung fasilitas infrastruktur yang baik.
Pembangunan infrastruktur nasional tidak selayaknya merugikan kepentingan masyarakat lokal.
Tidak sepatutnya pula warga yang sudah berkorban untuk proyek raksasa itu malah menderita dan terpinggirkan. (Harian Kompas/DEDI MUHTADI)