News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Siswa Kelas VI SD Belum Bisa Baca dan Tulis di Fatuleu Barat

Editor: Y Gustaman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

TINJAU UN - Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Tangerang A Lutfi, meninjau pelaksanaan Ujian Nasional tingkat sekolah dasar di SD Negeri Tangerang 6 & 15, Senin (16/5). Sebanyak 2819 siswa sekolah dasar dan 2903 siswa madrasah ibtidaiyah di Kota Tangerang mengikuti pelaksanaan ujian nasional secara serentak. WARTA KOTA/Nur Ichsan

Laporan Wartawan Pos Kupang, Julianus Akoit

TRIBUNNEWS.COM, OELAMASI - Keterampilan berbahasa terutama membaca dan menulis bagi siswa sekolah dasar di Kecamatan Fatuleu Barat sangat menyedihkan.

Sebagian besar siswa kelas enam dan lima belum bisa membaca dan menulis. Ada siswa kelas enam berusia 18 tahun belum bisa membaca dan menulis secara lancar.

Temuan fakta ini terungkap setelah beberapa guru dalam Komunitas Belajar Matematika menelitii selama 10 hari mulai 6 sampai 16 Juni 2016 lalu. Temuan ini sudah dilaporkan secara tertulis kepada Bupati Kupang, Ayub Titu Eki.

"Memang benar kondisi seperti itu kami temukan di sekolah-sekolah. Sangat menyedihkan sekali. Kami sudah membuat laporan tertulis dan disampaikan kepada Bupati Kupang," jelas Ketua KBM Fatuleu Barat, Simon Seffi, Rabu (13/7/2016) petang.

Simon tidak merinci jumlah siswa yang menjadi sampel di 10 sekolah tersebut. Ia juga tidak merinci jumlah siswa SD per kelas yang menjadi sampel penelitiannya.

Berikutnya, Simon juga tidak memaparkan jenis variabel apa saja yang menjadi fokus penelitian serta rentang bobot penilaian secara kuantitatif maupun secara kualitatif.

Ia cuma bercerita Tim KBM menemukan fakta hampir sebagian besar siswa kelas empat dan lima belum bisa membaca.

Ada enam faktor penyebab murid buruk dalam membaca. Pertama, guru mengajar membaca dan menulis secara konvensional dengan metode ceramah dan menghapal.

Kedua, siswa tidak nyaman mengikuti pelajaran membaca. Sebab guru memberlakukan hukuman fisik jika salah menghafal huruf atau kata. Siswa dicubit, dipukul dan disuruh berlutut di atas meja belajar.

Ketiga, guru menyusun RPP untuk kegiatan belajar dan mengajar hanya untuk memenuhi tuntutan administrasi. Bukan untuk mencapai tujuan dan hasil pembelajaran

Keempat, tidak ada alat peraga dan buku bacaan sebagai pendukung pelajaran membaca. Ada ruang perpustakaan tapi tidak ada buku bacaan yang memadai dan sesuai dengan dunia anak. Jika ada perpustakaan namun tidak dimanfaatkan.

Kelima, guru tidak menjalin komunikasi dua arah dengan orangtua siswa tentang perkrlembangan belajar membaca dan menulis sang anak.

Keenam, orangtua siswa tidak peduli sama sekali kegiatan belajar siswa di sekolah dan di rumah. Mereka lebih sibuk mengurus kebun, ladang dan ternak peliharaannya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini