TRIBUNNEWS.COM, TUBAN - Umumnya masyarakat Kabupaten Tuban lebih memilih menjadi pegawai negeri sipil (PNS) daripada menciptakan lapangan usaha sendiri. Namun, pandangan itu tak berlaku bagi Muhammad Taufiq Ibrahim (26).
Pemuda 26 tahun itu sebenarnya memiliki kesempatan besar menyandang status PNS dari jalur honorer K2.
Ia sebelumnya adalah pegawai honorer di Dinas Sosial (Dinsos) Provinsi Jawa Timur ditempatkan di UPT Cacat Tubuh Bangil, Pasuruan.
Tahun 2014, pemerintah mengangkat semua pegawai honorer K2 menjadi PNS, namun melalui tes lebih dulu.
Taufiq menilai pekerjaan PNS monoton dan tidak bebas berkarya.
Dari pemikiran itu, bermodal uang Rp 20 juta, ia membuka usaha pembuatan kaki palsu, tangan palsu, dan alat penyangga tulang belakang.
Produk buatan pemuda alumnus Politeknik Kesehatan Negeri Surakarta, Jawa Tengah itu sudah memberi manfaat kepada banyak orang, khususunya yang tidak memiliki kaki.
Bahkan, sudah banyak pihak Rumah Sakit (RS) memesan untuk pasiennya.
Karya Taufiq juga sering dipesan oleh pihak dinsos dari beberapa kabupaten di Jawa Timur.
Pemesanan dari pihak dinsos untuk disumbangkan kepada warga yang tidak memiliki kaki dan dari golongan kurang mampu secara ekonomi.
“Banyak pasien dokter kenalan saya yang membeli untuk pasiennya,” tutur Taufiq di sela membuat kaki palsu pesanan.
Pihak RS yang sering membeli karyanya, di antaranya RSUD Dr Koesma Tuban, RS NU Tuban, RSUD Dr Sosodoro Djatikoesoema Bojonegoro, dan beberapa RS di Lamongan.
Pihak dinsos langganan Taufiq, antara lain, Dinsos Tuban, Dinsos Bojonegoro, Dinsos Lamongan, Dinsos Bondowoso, Dinsos Jember, dan Dinsos Pasuruan.
Awalnya Bantu Anak Cacat
Saat ditemui di rumah usahanya di Jalan Sunan Kudus gang 2/11 Kelurahan Latsari, Kecamatan Tuban, Kamis (4/8/2016), alumnus SMA Negeri 2 Tuban itu menceritakan awal mula membuka usahanya.
Ia memulai dari membuatkan kaki palsu untuk anak-anak yang tidak memiliki kaki di Panti Cacat Tubuh di Bangilan, Pasuruan.
Di sana anak-anak yang tidak memiliki kaki jumlahnya banyak karena mereka datang dan pergi.
Di panti tersebut, anak-anak berkebutuhan khusus berlatih ketrampilan.
Taufiq yang kala itu masih menjadi pegawai honorer dinsos merasa prihatin dengan kondisi mereka. Dari situ, hatinya terbesit niat membuatkan kaki palsu untuk mereka.
“Saya mencoba membuat kaki palsu dari bekal saya kuliah dulu untuk mereka. Saya merasa kasihan saja. Ada anak tak punya kaki belajar perbengkelan. Dia harus bolak balik (mengambil alat), susah kan kalau tidak punya kaki,” ungkap Taufiq.
Taufiq lalu menyisihkan uang gaji bulanannya untuk membeli bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat kaki palsu.
Setelah kaki palsu itu jadi, ia memberikannya kepada anak-anak yang membutuhkannya secara gratis. Lambat laun, nama Taufiq dikenal oleh orang di luar panti tersebut.
Pesanan dari luar pun mulai berdatangan. Kenalan dengan para dokter di Pasuruan membuat pesanan kaki palsunya mulai bertambah.
Keuntungan dari menjual kaki palsu kepada orang di luar panti digunakan membuat kaki palsu untuk anak-anak di panti.
Pengalaman mulai mengubah arah hidup Taufiq. Ia memutuskan keluar dari dinsos.
Taufiq kemudian pulang ke kampung halamannya di Tuban dan membuka usahanya kai palsu. K
ini, ada tiga produk yang diproduksi Taufiq, yakni, kaki palsu, tangan palsu, dan penyangga tulang belakang.
“Sampai saat ini saya berusaha memberi kaki palsu kepada anak-anak di sana dan orang-orang kurang mampu yang membutuhkan," katanya.
Ia mempersilakan kepada orang yang tidak mampu dan membutuhkan kaki palsu datang ke tempat usahanya. Taufiq akan membuatkan tanpa orang tersebut mengeluarkan biaya.
Hingga saat ini, Taufiq mengaku setiap bulan minimal satu kaki palsu diberikan kepada ornag yang membutuhkan, namun secara ekonomi di bawah menengah garis kemiskinan.
“Saya ingin membantu sesama karena mereka butuh. Kalau tidak (punya kaki), mereka tidak bisa bekerja, kasihan keluarganya,” katanya.
Ia menyebut, sebagian besar pengguna kaki palsu dan tangan palsu adalah penderita diabetes yang anggota tubuhnya diamputasi, korban kecelakaan lalu lintas, dan mengalami cacat sejak lahir.
Alas Kaki Impor
Tidak semua bahan pembuatan kaki palsu, tangan palsu, dan penyangga tulang belakang murni buatan Taufiq. Taufik mengaku, ada satu bahan yang diimpor dari China, yakni, alas kaki.
“Cuma alas kaki saja barangnya impor dari China, lainnya buat sendiri,” ujarnya.
Bahan untuk membuat kaki palsu, antara lain, serabut fiber, kain, spon, dan plastik. Untuk mengeraskan semua bahan sesuai bentuk kaki pemesan, Taufiq menggunakan cairan resin. Sedangkan bagian dalamnya dilapisi imitasi agar tidak melukai penggunanya.
Taufiq memiliki dua orang yang selalu membantunya. Dua orang tersebut diberi tugas penyelesaian akhir. Sedangkan Taufiq bertugas mengukur kaki pemesan dan memodifikasi kaki palsu.
Harga produk yang dijualnya beragam. Kata Taufiq, harga disesuaikan dengan bahan dan modifikasi. Modifikasi yang dimaksud ada yang tanpa kunci dan ada yang diberi kunci.
Harga kaki palsu yang panjangnya di bawah lutut antar Rp 3 juta hingga Rp 10 juta.
Ukuran kaki palsu di atas lutut antara Rp 4,5 juta hingga Rp 18 juta.
Harga tangan palsu dipatok Rp 1,5 juta hingga Rp 4 juta. Sedangkan alat penyangga tulang punggung Rp 350.000.
Sementara itu, pengguna kaki palsu buatan Taufiq bernama Ahmad Munif (48) warga Kutorejo Tuban mengaku telah memakainya sejak dua tahun lalu. Awalnya ia harus menyesuaikan diri.
Munif yang kaki kirinya diamputasi gara-gara luka karena kecelakaan tahun 2012 itu bisa menyesuaikan setelah tiga bulan memakai.
Lamanya penyesuaian itu, kata Munif dikarenakan kaki kirinya juga tak bisa digunakan untuk berjalan.
“Lama kelamaan saya merasa nyaman. Sekarang bisa beraktifitas lagi," ujar bapak tiga anak ini.