TRIBUNNEWS.COM, SAMARINDA -- Maraknya aksi kriminal jalanan (begal) di Kota Samarinda, Balikpapan, dan beberapa daerah di Kaltim menjadi perhatian serius aparat kepolisian. Jajaran Polresta Samarinda tetap konsisten akan menindak tegas pelaku kejahatan.
Bahkan jika aksi pelaku mengancam atau membahayakan keselamatan masyarakat, bila dianggap perlu untuk menembak pelaku di tempat akan dilakukan.
Hal tersebut diungkapkan Kapolresta Samarinda Kombes Pol M Setyobudi Dwiputro kepada Tribun, Jumat (5/8).
Setyabudi menegaskan, sejak awal memimpin Polres Samarinda, dirinya sudah pernah berujar jika dirinya tidak segan menginstruksikan menembak pelaku yang mencoba untuk melawan maupun mencoba melarikan diri dari tangkapan polisi.
"Sudah dari awal saya katakan, saya tidak akan segan tembak langsung pelaku kejahatan yang melawan. Apalagi preman‑preman, tidak ada urusan, kalau sudah meresahkan masyarakat, kami akan tindak tegas," ungkap Setyobudi Dwiputro.
Hal tersebut terbukti dengan beberapa kali kasus kejahatan yang ditangani jajaran kepolisian Polresta Samarinda berakhir dengan pelaku ditembak kakinya. Beberapa pelaku tindak kekerasan dan pembunuhan berakhir dengan meregang nyawa.
"Kami tidak akan melakukan tindakan yang tidak sesuai prosedur. Semua kami lakukan dengan prosedur, UU dan Perkap, hingga legitimasi dari masyarakat. Jadi, bagi warga yang berniat melakukan kejahatan, lebih urungkan niat, karena kami tidak segan untuk tembak ditembak," tuturnya.
Hal senada juga diungkapan Kapolres Balikpapan AKBP Jeffri Dian Juniarta melalui Kasat Reskrim AKP Kalfaris T Lalo. Polisi tak main‑main melakukan upaya penindakan terhadap pelaku kriminal di lapangan.
Anggota polisi diberikan hak menembak penjahat jalanan (begal) dalam situasi tertentu. Begal atau pencurian dengan kekerasan merupakan tindak kriminal jalanan yang tak jarang membahayakan nyawa korbannya.
Kalfaris menyatakan, saat situasi pelaku kejahatan membahayakan masyarakat atau anggota polisi, anggota diberikan hak atau lisensi menggunakan senjata api untuk melumpuhkan pelaku.
"Seperti yang terjadi di Samarinda, saat anggota polisi berhadapan dengan pelaku kejahatan. Terpaksa polisi melumpuhkan dengan senjata api yang berujung dengan kematian pelaku. Akibat ia (pelaku) tak memperdulikan tembakan peringatan polisi bahkan berusaha menyerang polisi menggunakan senjata tajam," paparnya.
Saat melakukan tindakan polisi dilindungi Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian. Pasal 5 ayat (1) menyebutkan enam tahapan penggunaan kekuatan dalam tindakan kepolisian.
Dari tahap pertama hingga enam dilakukan dengan melihat kondisi di lapangan. Pengertian tahapan, bukan berarti sesuatu yang harus berurutan. Pasal 5 ayat (2) menyebutkan, anggota Polri harus memilih tahapan penggunaan kekuatan sebagaimana dimaksud ayat (1), sesuai tingkatan bahaya ancaman dari pelaku kejahatan atau tersangka.
"Perkap tersebut yang melindungi polisi, kalau tidak ada tentu membahayakan polisi dalam bertugas. Ketika diserang pelaku kejahatan masa iya polisi lari. Makanya polisi boleh menggunakan senjata api secara terukur di lapangan," katanya.
Selama 2016 Polres Balikpapan tercatat baru 2 kali melakukan penembakan terhadap pelaku kejahatan, karena melakukan perlawanan saat diamankan petugas. Pertama pelaku pencurian rumah di Asrama Polisi SPN Balikpapan di kawasan Stal Kuda, selanjutnya pelaku penculikan dan pemerkosaan anak di Balikpapan Barat.
"Dua pelaku terpaksa kita dor (tembak) karena melawan saat mau diamankan petugas," ujarnya.