TRIBUNNEWS.COM, TEMANGGUNG - "Ha..ha..ha..saya tertawa juga, dan ambil hikmahnya saja," begitu reaksi pertama kali dari seorang pria bernama asli Mukidi (42), warga Dusun Jambon, Desa Gandurejo, Kecamatan Bulu, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah, ketika menanggapi humor "Mukidi" yang belakangan viral di media sosial.
Pria yang berprofesi sebagai petani kopi itu sama sekali tidak keberatan ketika nama Mukidi menjadi bahan cerita lelucon netizen.
Meskipun tokoh Mukidi dalam cerita-cerita yang beredar itu bukan bersumber dari namanya.
Ia justru merasa diuntungkan karena usaha kopi yang juga diberi nama "Kopi Mukidi" itu menjadi semakin terkenal.
Padahal merk tersebut diciptakan jauh sebelum demam Mukidi mewabah di kalangan netizen.
"Belum sampai mendongkrak penjualan, tapi ini mulai ada yang pesen kopi," ucapnya, kepada Kompas.com, Jumat (26/8/2016) sore.
Keluarga dan teman-temannya pun sebagian besar merespon positif adanya cerita lucu Mukidi.
Banyak diantaranya yang kemudian menyapa dan bertanya kepada dirinya, baik langsung maupun melalui media sosial, perihal namanya yang kebetulan sama dengan tokoh Mukidi.
"Keluarga, teman-teman, pada ketawa. Saya ambil positifnya saja," ucapnya tersenyum
Bahkan, beberapa hari terakhir akun facebook pribadinya tiba-tiba "kebanjiran" permintaan pertemanan. Hal ini tentu tidak biasa terjadi pada hari-hari sebelumnya.
"Yang Add facebook saya banyak sekali, dalam sehari kurang lebih 40 orang (akun) di facebook," ujar Mukidi.
Tidak hanya itu, dirinya juga sudah beberapa kali menerima permintaan wawancara dari wartawan berbagai media massa terkait namanya tersebut.
Sekali lagi Mukidi merasa senang dan bangga menyandang nama pemberian kedua orang tuanya itu.
Mukidi yang asli Temanggung ini merupakan seorang petani dan pengusaha kopi khas lereng Sumbing.
Ia merupakan sosok petani visioner yang bercita-cita agar semua petani kopi di tanah kelahirannya menjadi petani yang mandiri.
Petani mandiri adalah petani yang dengan usahanya sendiri mengelola pertaniannya.
Mulai dari olah lahan, penanamam, kemasan produk hingga pemasarannya.
Mukidi juga berjuang mengembangkan metode olah tanah berbasis konservasi atau pelestarian lingkungan.
"Selama ini petani hanya mencangkul lalu tanahnya dibuang. Kebanyakan tidak mengenal terasering sehingga tingkat erosi permukaan tanah jadi tinggi. Petani juga sering kali berorientasi pada hasil bukan pada konsep," katanya.
Empat tahun lalu, suami dari Sumi (31) itu mulai merintis usaha kopi hasil racikannya sendiri.
Ada Kopi Jawa, Kopi Lamsi, Kopi Lanang dan yang diunggulkan adalah Kopi Mukidi, hasil racikan kopi arabika, robusta dan excelsa.
Bapak dua putra ini juga termasuk petani berprestasi. Ia kerap menjadi narasumber berbagai pertemuan tentang pertanian serta menjadi pelopor kelompok tani Mandiri di Temanggung.
Sederet penghargaan pernah diraih Mukidi, sebut saja penghargaan Liputan 6 Award 2013 atas dedikasinya berkarya dan menginspirasi kategori lingkungan hidup.
Juga, Juara III Kopi Robusta pada Kontes Kopi Asosiasi Eksportir Kopi tahun 2014. Dia juga masuk 20 besar peserta terbaik pada kontes kopi di Banyuwangi.
Terakhir, Mukidi mewakili Temanggung menjadi peserta kontes kopi spesialti Indonesia ke-7 di Amerika 2015 lalu.(Kontributor Magelang, Ika Fitriana)