Penonton pun bisa lebih fokus menikmati musik tanpa sekat antara modern dan tradisi.
Haidi bing Slamet, seniman Banyuwangi mengaku sangat berterima kasih bisa diberi ruang untuk mengembangkan seni tradisi.
"Kami sangat bangga bisa satu panggung bersama seniman sekelas Djaduk. Ini menunjukkan tidak ada sekat di musik modern dan tradisi," kata Haidi.
Dalam kolaborasi ini, menampilkan musik tua Banyuwangi yang kental, dengan suara angklung paglak. Bahkan Haidi mengatakan tidak tahu judulnya apa, dan siapa penciptanya.
Kua Etnika didirikan oleh Djaduk Ferianto, Butet Kartaredjasa, dan Purwanto pada 1995.
Mereka mengeksplorasi pola irama tradisi secara maksimal, membuka ruang lahirnya musik etnik alternatif yang dinamis.
Selain kolaborasi Kua Etnika dan seniman Banyuwangi, Ijen Summer Jazz juga mengobati kerinduan pada lagu-lagu romantis masa lalu yang dibawakan Ermy Kullit.
Lagu-lagu Ermy seperti Kasih, Pasrah, Rela, Siapa Sangka, Walau Dalam Mimpi, membawa penonton ke era 1980-1990 an. Dengan lagu dan suara khas Ermy yang santai, membuat penonton mengenang masa lalu.
"Tampil di Banyuwangi merupakan yang pertama kalinya bagi saya," kata Ermy.
Ermy Kullit merupakan musisi yang memulai karir sejak 1973. Ermy merupakan penyanyi yang mampu bertahan berkarir hingga sekarang.
Musisi yang mendapat AMI Award pada 2000 saat berkolaborasi dengan Indra Lesmana melalui judul album Saat Yang Terindah itu, hingga kini telah menelurkan 20 album.
Banyuwangi Ijen Summer Jazz merupakan bagian dari Banyuwangi Festival. Even ini merupakan ajang seni budaya untuk memperkenalkan budaya lokal.
"Ijen Summer Jazz memadukan unsur musik, manusia, dan alam," kata Abdullah Azwar Anas, Bupati Banyuwangi.
Dengan Jazz di arena amphitheater berkapasitas 300 penonton, menyajikan suasana eksotis yang berbeda.