Abah Lutung pun menanyakan kepada mereka alasan tidur di lorong dan teras rumah sakit. Mereka beralasan menunggu ruangan kosong. Lantas Abah Lutung menanyakan kenapa mereka tak menyewa rumah.
"Mereka menjawab tidak ada biaya untuk sewa, keluarga juga tidak punya. Terakhir, Abah melihat ada orang tua yang menjual bajunya ke tukang loak. Setelah dapat uang Rp 15 ribu, mereka beli makan. Berawal dari situ Abah selalu terngiang," kata Abah Lutung.
Abah memang merasakan betul perjuangan untuk pengobatan kanker itu tak mudah, menyita banyak waktu, tenaga, emosi, dan biaya. Lantas Abah Lutung mengajak orang tua pasien yang kesulitan tersebut menyewa rumah di kawasan Cibarengkok.
"Setahun saya tinggal bersama orang tua yang sedang berjuang di rumah kontrakan itu. Rumah itu tadinya cuma bisa dihuni satu kepala keluarga, tapi disulap bisa menjadi lima keluarga," kata Abah Lutung.
Terkait dengan biaya sewa dan konsumsi, Abah Lutung mengaku mendapatkan donasi dari rekan-rekannya. Ia kerap mengajak rekan-rekan kerjanya berbuat kebaikan. Sebab ia yakin jika setiap kebaikan yang diberikan akan dibalas kebaikan yang lebih dari Tuhan.
"Alhamdulillah sampai sekarang gerakan ini masih terus berlangsung. Dan mulai banyak orang tua yang datang ke Rumah Cinta dari mulut ke mulut. Orang tua yang anaknya sempat dirawat, pasti memberitahukan teman di daerahnya jika ada rumah singgah ini," kata Abah Lutung seraya menyebutkan dia tak sepeser pun menarik biaya kepada pasien kanker yang dirawat di RSHS. (cis)