TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG - Moch Rofik (45), warga Dusun Gambiran Utara, RT/RW,001/002, Desa Gambiran, Kecamatan Mojoagung, Jombang, Jatim menggugat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jombang, Aksyam, senilai Rp 3,168 miliar.
Pasalnya, kajari dituding salah saat menyematkan status tersangka kepada penggugat.
Akibat status tersangka itu, hak politik penggugat yang kepala desa setempat masa bakti 2007 – 2013 itu hilang. Penggugat tidak bisa mengikuti pilkades untuk jabatan periode keduanya.
Perkara gugatan perdata itu dijadwalkan siding perdana di Pengadilan Negeri (PN) Jombang, Kamis (3/11/206).
Namun karena pihak kejaksaan tidak hadir, sidang ditunda Kamis pekan depan (10/2016).
Penasihat hukum penggugat, yakni Abd Rohman, mengungkapkan perkara ini bermula ketika penggugat atau kliennya dituduh dan kemudian diadili sebagai terdakwa korupsi.
Kliennya juga ditahan terhitung sejak 23 April 2014 – 30 Juni 2015.
Namun seiring berjalannya proses hukum, yang bahkan sampai tingkat kasasi, jaksa penuntut umum (JPU) dinyatakan tidak dapat membuktikan dakwaan.
“Ini dikuatkan dengan putusan Mahkamah Agung RI, bernomor : 1225 K/Pid.Sus/2015, tertanggal 09 Juni 2015. "
"Sekaligus membebaskan terdakwa Moch Rofik atau klien saya dari segala dakwaan,” papar kuasa hokum penggugat, Abd Rohman, di PN Jombang kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).
Abd Rohman membeberkan, kejaksaan keliru dalam melakukan penerapan hukum. Antara lain tanpa memenuhi minimal dua alat bukti, saat menetapkan penggugat sebagai tersangka.
“Kejaksaan menetapkan hanya berdasarkan insting,” ujar Abd Rohman.
Akibat ditetakannya Moh Rofik sebagai tersangka, dia mengalami kerugian tidak kecil.
“Kami hitung kerugian materiil dan immateriil Rp 3,168 miliar. Rinciannya, kerugian materiil Rp 1,168 miliar dan kerugian immateriil Rp 2 miliar,“ urainya.
Dengan tidak datangnya JPU dalam sidang perdana, pihak penggugat merasa kecewa.
“Kami sudah menunggu 6 jam mulai dari pukul 07.30 hingga 15.00 WIB. Namun ternyata JPU tidak hadir, kami kecewa berat,” kata Abd Rohman, gusar kepada Surya (TRIBUNnews.com Network).
Sidang perdana mengagendakan penunjukan mediator. Ini guna kepentingan mempertemukan para pihak.
“Kejaksaan meremehkan peradilan dan hukum,” kata Abd Rohman.
Kajari Jombang, Aksyam, melalui Kasi Intelijen Nurngali membantah bila pihaknya dianggap tidak menghargai penetapan pengadilan, karena tidak mendatangi sidang perdana gugatan terhadap kajari.
Nurngali berkilah, tidak hadirnya JPU pada sidang perdana itu karena ada supervisi dari Kejati Jawa Timur dan ada pelimpahan tahap dua perkara narkoba, dengan tersangka seorang anak di bawah umur.
“Jadi kurang tepat bila kami dianggap tidak menghargai Pengadilan,” ungkapnya.
Humas PN Jombang, Asropi, mengaku akan segera mengirimkan panggilan lagi.
“Jika hari ini berhalangan hadir, kami akan mengirimkan panggilan kedua. Majelis Hakim akan menentukan langkah selanjutnya,” paparnya.