TRIBUNNEWS.COM,MALANG-Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun menegaskan agar para menteri anggota Kabinet Kerja sevisi dengan visi Nawacita sebagaimana cita-cita Presiden Jokowi.
Salah satu cita-cita Jokowi adalah pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN).
"Siapapun di dalam kabinet kerja tidak boleh memiliki visi misi sendiri, eksekutif harus jalankan visi Nawacita, visi Trisakti, dan RJPM. Diwujudkan di tahun 2017," kata Misbakhun di seminar nasional 'Reformasi Tata Kelola Pajak di Indonesia Pasca Tax Amnesty' di Universitas Brawijaya Malang, Senin (14/11/2016).
Dalam pernyataannya yang dijelaskan, saat ini Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memiliki tugas besar. Namun kelembagaannya diatur berdasar Peraturan Menteri Keuangan.
Sebagai turunan Peraturan Presiden tentang Struktur Organisasi Kementerian, dimana setiap ganti kabinet maka berganti pula Perpres-nya.
Selama ini, lanjut Misbakhun, UUD menyebutkan bahwa perpajakan diatur lebih lanjut dalam UU.
Saat ini UU tentang substansi materi pajak yang sudah diatur seperti UU Ketentuan Umum Pajak, UU Pajak Penghasilan (PPH), dan UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
"DJP belum memperoleh kewenangan dalam mengatur SDM, organisasi dan anggaran sendiri. DJP sebagai otoritas pajak masih dikelompokkan sebagai _single directorate in ministry of finance_ (Kemenenterian Keuangan)," katanya.
Misbakhun mencontohkan negara-negara di Asia Tenggara seperti Singapura, Philipina, dan Malaysia mendelegasikan kewenangan SDM, anggaran dan organisasi ke unit otoritas pajaknya (Semi Autonomous Revenue Authority /SARA).
Sementara, Indonesia, salah satu penganut model Non Semi Autonomous Revenue Authority /Non SARA) atau otoritas perpajakan menyatu atau secara garis besar berkoordinasi bawah kementerian keuangan
"Karena itulah, kita harus mulai buka wacana bagaimana memperkuat DJP secara kelembagaan melalui Badan Penerimaan Pajak. Di banyak negara berkembang model Non SARA sudah banyak ditinggalkan dan beralih ke model SARA," tegasnya.
Dikatakan Misbakhun, Indonesia perlu memberikan otonomi pada otoritas pajak, melalui reformasi pajak di sektor penerimaan negara.
Otonomi tersebut, dapat menjadikan organisasi lebih independen sehingga mengurangi tekanan politik terhadap otoritas pajak.
Dua negara, seperti Singapura telah membentuk badan terpisah untuk penerimaan negara sejak 1993. Sementara di Malaysia sejak 1992. Sejak saat itu penerimaan mereka naik signifikan.
"BPN merupakan gagasan yang harus segera direalisasikan sebagai badan yang terpisah dari Kemenkeu, yang diharapkan akan meningkatkan penerimaan seperti di beberapa negara yang telah menerapkannya," ujarnya.