TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Sistem Rumah Sakit Bergerak yang telah diterapkan pemerintah Indonesia menjadi salah satu upaya menjangkau masyarakat di wilayah terpencil tanpa akses kesehatan.
Namun demikian, Indonesia belum memiliki regulasi resmi tentang sistem Pelayanan Medis/Klinik/Rumah Sakit Terapung.
Kehadiran Sistem Pelayanan Medis Terapung terlihat telah menjadi solusi bagi permasalahan kesehatan di wilayah Indonesia yang terdiri lebih dari 17.000 kepulauan.
Salah satunya dengan adanya KRI dr Soeharso yang menjadi kapal batu rumah sakit untuk bakti sosial dan juga bantuan bencana.
Sayangnya ukuran kapal yang terlalu besar membuatnya tidak bisa melakui perairan yang lebih kecil untuk pelayanan antar pulau.
Untuk itu, Universitas Airlangga (Unair) bersama alumninya menggagas Rumah Sakit Apung dengan konsep rumah sakit tipe C.
“Jadi kalau kami bawa kapal, tidak perlu lagi membangun kamar operasi yang butuh biaya dan tenaga yang banyak."
"Regulasi (pelayan kesehatan terapung) memang dalam tahap penyusunan. Apapun pelayanan kami mencoba standarnya ikut di daratan. Kami berikan sebaik-baiknya,”jelas penggagas RS Apung Unair, dr Agus Hariyanto SpB pada SURYA.co.id, Rabu (16/11/2016).
Rumah Sakit Apung Unair ini dilakukan untuk pelayanan kesehatan dari pulau ke pulau dengan biaya yang murah.
Konsepnya pelayanan kesehatan mengedepankan prinsip efektivitas dan efisiensi.
Berdasarkan pengalaman menjadi dokter di daerah terdepan dan terluar, keberadaan kamar operasi di pulau jarang ada.
Demikian pula dengan puskesmas, tak jarang pelayanan kesehatab dilakukan di kantor pelabuhan.
“Dengan bentukan Unair diharapkan sudah seperti rumah sakit tipe c. Pelayanan di kapal hanya operasi bedah umum, mata atau obgyn jika memang diperlukan. Sisanya dikerjakan di dara,” jelasnya.
Penanganan operasi juga dilakukan untuk kasus tertentu, selebihnya bisa di darat atau dirujuk ke pulau lain yang memiliki perlengkapan lebih memadai.