TRIBUNNEWS.COM, BANDAR LAMPUNG - Persidangan kasus mutilasi anggota DPRD Bandar Lampung M Pansor di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Selasa (13/12) berlangsung dramatis. Pada persidangan dengan terdakwa Brigadir Medi Andika ini, Umi Kulsum, istri Pansor, histeris
Histeria Umi terjadi ketika jaksa penuntut umum Agus Priambodo menanyakan Umi mengenai perasaan Umi ketika melihat berita di media massa adanya penemuan mayat mutilasi di Martapura, OKU Timur, Sumatera Selatan. "Saya nggak percaya," kata dia histeris.
Umi terus menangis sesengukan. Ini membuat kerabatnya datang menenangkan Umi. Hakim ketua Minanoer Rachman meminta Umi menenangkan diri.
"Jika memang tidak bisa melanjutkan tidak apa-apa," kata Minanoer.
Minanoer lalu menskors sidang memberi kesempatan bagi Umi untuk menenangkan diri. Setelah merasa tenang, Umi meminta sidang dilanjutkan.
Pada persidangan ini terungkap M Pansor memiliki dua perempuan sebagai teman dekatnya. Bahkan dua perempuan itu disebut pengacara Medi sebagai pacar Pansor.
Umi mengaku baru mengetahui suaminya memiliki teman dekat perempuan dari Medi, setelah M Pansor dinyatakan hilang.
Medi sempat datang ke rumah M Pansor, empat hari setelah Pansor tidak kembali ke rumah.
Medi lalu membantu Umi mencari keberadaan Pansor dengan mendatangi rumah Yulinar Prihartini di Perumahan Karunia Indah, Sukabumi.
Yulinar Prihartini alias Yuli adalah teman dekat Pansor. Pada saat itu, Yuli mengaku tidak tahu keberadaan Pansor.
Teman dekat perempuan Pansor lainnya adalah Yulinar Sari alias Sari. Pada saat Pansor pamit pergi dari rumah pada 15 April 2016, Pansor ternyata bertemu Sari di sebuah bank. Di bank tersebut, Pansor bersama Sari mengambil uang sebesar Rp 27 juta.
Di hari itu, kata Umi, Pansor pamit pergi ke kantor DPRD Bandar Lampung untuk menandatangani surat perjalanan dinas.
Ternyata, kata Umi, Pansor tidak ke kantor DPRD. Umi mengetahui hal itu karena menelepon salah satu staf DPRD menanyakan Pansor.
"Ternyata bapak (Pansor) tidak ke kantor. Bapak (Pansor) menandatangani SPJ di depan Rumah Sakit Graha Husada," ujar Umi.
Sejak itulah Pansor tak juga kembali ke rumahnya. Sehari setelah Pansor pergi dari rumah, Umi mengaku menerima pesan singkat dari nomor ponsel Pansor.
Isi pesan singkat itu menyatakan bahwa Pansor berada di Jakarta sedang liburan dan akan pulang satu minggu kemudian.
Umi tidak menanyakan lebih lanjut setelah mendapat pesan singkat itu. Namun, ia merasa ada kejanggalan dari isi pesan singkat tersebut.
"Biasanya suami saya kalau nulis SMS, Papa dengan kata Pp. Nah, pada SMS yang saya terima itu nulisnya Pa," ucap Umi.
Suaminya tak pulang, Umi menyuruh karyawannya untuk mencari Pansor di tempat-tempat hiburan.
Menurut Umi, suaminya memang sering ke tempat hiburan untuk karaoke. Untuk itu, ia menyuruh karyawannya mencari Pansor di tempat hiburan. Selama ini, Umi merasa hubungan keluarganya dengan keluarga Medi baik-baik saja.
Memang, kata Umi, hubungan Pansor dan Medi pernah tegang. Ini terjadi beberapa tahun lalu ketika Medi dan Pansor main ke Jakarta mengendarai mobil Pansor. Pada saat itu Medi yang mengendarai mobil Pansor.
Di tengah jalan, Medi menabrakkan mobil Pansor ke mobil lain. Pansor memarahi Medi atas kejadian itu sehingga membuat Medi tersinggung.
"Namun itu hanya berlangsung satu bulan. Setelah itu mereka baikan lagi," ujar Umi.
Hingga persidangan ketiga ini, motif pembunuhan Pansor belum juga terungkap. Hakim ketua Minanoer sampai penasaran dengan motifnya.
Minanoer terus mencecar Umi mengenai hubungan keluarganya dengan Medi dan mengenai harta Pansor.
"Terus terang saya ingin tahu motifnya perempuan apa harta. Tapi dua duanya (motif) belum ketahuan. Biasanya kasus beginian ini karena perempuan atau harta," kata Minanoer.
Pengacara Pertanyakan Barang Bukti
Sopian Sitepu, pengacara Brigadir Medi Andika, mempertanyakan tindakan jaksa yang tidak menjadikan beberapa barang sebagai barang bukti. Seperti hasil uji kebohongan terhadap Umi Kulsum.
Menurut Sopian, Umi pernah menjalani tes kebohongan di sebuah hotel yang dilakukan penyidik Polda Lampung. Namun hasil uji kebohongan itu tidak dijadikan barang bukti oleh penyidik maupun penuntut umum.
Padahal Umi sendiri sudah mengakui pernah menjalani uji kebohongan. "Informasi yang saya dapat, hasil tes kebohongan terhadap Umi itu 100 persen bohong," ujar Sopian.
Hal lainnya adalah mengenai adanya penemuan celana pendek bermotif kotak-kotak warna merah di kebun milik Pansor di Batu Putu. Sopian mengatakan, penyidik menyita celana pendek tersebut di dalam kamar mandi kebun Pansor.
Di celana pendek itu, ada bercak darah. Namun celana pendek itu, tutur Sopian, tidak dijadikan barang bukti.
Benda lainnya adalah proyektil yang ditemukan di potongan tubuh Pansor. Sopian mengutarakan, proyektil itu tidak dijadikan barang bukti.
"Hasil uji balistiknya pun tidak dijadikan bukti," ucap Sopian. Dengan fakta ini, Sopian merasa ada yang ditutupi dalam kasus Pansor. (wakos reza gautama)