Laporan Wartawan Tribun Pontianak, Tito Ramadhani
TRIBUNNEWS.COM, PONTIANAK - Sebelum memasuki ruang aula Mapolda Kalbar, 16 perwakilan Aliansi Umat Islam Kalimantan Barat Bersatu (AUIKBB) harus melewati pemeriksaan dengan alat pendeteksi metal (metal detector) di pintu masuk Mapolda.
Kapolresta Pontianak, Kombes Pol Iwan Imam Susilo menegaskan, Kapolda Kalbar telah membentuk tim untuk menindaklanjuti kejadian di Bandara Susilo Sintang.
"Beliau tidak membiarkan dan beliau tidak memihak satu dengan yang lain. Jadi jangan sampai salah berpersepsi. Di sini ada Dir Krimsus, dan Dir Krimum, langsung dipimpin juga Pak Karo Ops, untuk membentuk tim dalam rangka menelusuri masalah itu," ungkapnya, Jumat (20/1/2017).
Kapolresta menjelaskan, beberapa waktu yang lalu telah berkembang isu akan terjadi sweeping dan lainnya. Ini tentunya ada pihak yang mau memanfaatkan situasi.
"Dalam situasi seperti ini, banyak yang memanfaatkan. Jadi saya sampaikan, yang melakukan itu bukan umat Islam. Umat Islam tidak mungkin akan jarah, merusak dan membakar-bakar," katanya.
Makanya tadi kami siapkan semua, karena isunya mau sweeping, mau ada bakar ban, ada mau jarah.
"Saya sudah bilang sama anggota, tidak ada umat Islam seperi itu, saya juga Islam, Nabi kita tidak pernah mengajarkan kayak begitu, jadi kalau ada ngerampok, jarah, merusak. Sikat itu, karena bukan umat Islam," jelasnya.
Untuk itu Kapolresta mengajak, jika ada permasalahan hukum, dapat menyampaikannya karena secara terbuka untuk menerima segala bentuk keluhan masyarakat.
Ia justru mengkhawatirkan, kejadian ini justru dimanfaatkan pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab, untuk menakut-nakuti, memeras, merampas dan menjarah.
"Ini nggak boleh terjadi, tidak boleh terjadi, malu kita nanti. Saya akan kawal dari berangkat tadi sampai kembali lagi. Mari kita sama-sama jaga keamanan dan ketertiban Kota Pontianak," ujarnya.
16 orang perwakilan aksi Bela Ulama Jilid II, disambut sejumlah pejabat utama Polda Kalbar, sebelum berdialog dengan Kapolda Kalbar, Irjen Pol Musyafak.
Satu persatu perwakilan menyampaikan aspirasinya dan kemudian ditanggapi oleh pejabat utama Polda Kalbar.
Perwakilan dari Persatuan Mahasiswa Melayu, Agus menyampaikan bahwa insiden penghadangan Sekjen MUI, KH Tengku Zulkarnain di Bandara Susilo Sintang, telah meresahkan pihaknya.
Ini lantaran KH Tengku Zulkarnain merupakan ulama, yang pada saat kedatangannya di Sintang berniat hendak memberikan ceramah, dan sama sekali tidak terkait organisasi FPI.
"Ini ulama kami, kami selama ini tidak turun demo terkait Ahok. Masalah ini 20 kali lebih besar dari masalah Ahok, bagi kami. Kami turun demo ini karena kami terpanggil, geram, risih. Saya mohon kepada Bapak Kapolda, tolong pelaku dalam kasus ini ditindaktegas," ujarnya.
Agus mengkhawatirkan, jika kasus tersebut dibiarkan berlarut-larut, akan ada reaksi yang tak diinginkan. Terlebih saat ini masyarakat kerap berdiskusi dan saling adu argumen di media sosial.
"Karena itu kami mengharapkan, tolong pak, jangan main-main dalam masalah ini. Saya tidak terima Ulama dibuat seperti ini. Kalau FPI yang diginikan, saya tidak turun. Ini bukan FPI, tapi ini adalah pengurus MUI, Ulama, kami tersinggung. Untuk itu, kami berharap, tolong masalah ini segera diselesaikan," jelasnya.
Sempat ada teriakan meminta agar Kapolda Kalbar, Irjen Pol Musyafak hadir langsung di depan perwakilan massa. Namun ternyata Kapolda terlihat telah berada di ruang aula, namun dibarisan kursi belakang para perwakilan, duduk berdampingan bersama Wakapolda Kalbar, Brigjen Joko Irianto. Menyimak sejumlah aspirasi yang disampaikan.
Perwakilan aksi Bela Ulama AIUKKB, Wawan menyampaikan enam aduan kepada Kapolda Kalbar, Irjen Pol Musyafak terkait peristiwa adanya dugaan tindak pidana yakni penghadangan dan pengancaman saat Wasekjen MUI, KH Tengku Zulkarnain tiba di Bandara Susilo Sintang pada Kamis (12/1).
"Pada saat itu diketahui ada beberapa orang yang dengan sengaja diduga melakukan penghadangan dan pengancaman dengan membawa senjata tajam," ujarnya.
Perbuatan penghadangan dan pengancaman dengan membawa senjata, adalah suatu tindakan melanggar hukum pidana.
"Perbuatan tersebut, apabila tidak ditindaklanjuti diproses secara hukum, akan membawa dampak negatif pada masa yang akan datang. Kemudian untuk lebih tegaknya pengadilan hukum, baik kepada siapapun dan organisasi manapun, dan untuk membuat efek jera kepada pelaku kejahatan seperti itu, kami meminta kepada Bapak Kapolda Kalbar, untuk menindaklanjuti pengaduan kami ini dan kami berharap dapat diproses menjadi Laporan Polisi," jelasnya.
Menanggapi aspirasi 16 perwakilan aksi Bela Ulama Jilid II, Dir Reskrimum Polda Kalbar, Kombes Pol Krisnanda menyampaikan bahwa harus disepakati permasalahan tersebut adalah masalah hukum.
"Saya minta kita sepakat, ini adalah masalah hukum, jadi sudut pandangnya sudut pandang hukum. Kalau hukum sudut pandangnya dari ilmu sosial, ilmu budaya, agama, saya pikir nggak nyambung, nggak sampai. Jadi saya minta, sepakat dengan ilmu hukum," ujarnya.
Dirreskrimum kemudian menyampaikan perkembangan dalam sepekan terakhir. Menurutnya, usai massa aksi Bela Ulama Jilid I membubarkan diri, pihaknya langsung melakukan konsolidasi.
"Kami perlu mengumpulkan bukti, supaya bisa menelaah kira-kira ada pidana apa di situ. Kasat Reskrim Sintang juga sudah datang, kemudian kami pelajari, ada video dan ada beberapa foto," paparnya.
Setelah itu, pihaknya menyimpulkan bahwa alat bukti yang ada masih kurang. Pihaknya kemudian mendapatkan satu video yang cukup lengkap di Youtube.
"Tadi ada yang menyampaikan, ada yang mencaung-ngacungkan mandau, di bukti kami tidak ada. Tapi setelah di youtube, ternyata ada mengacung-ngacungkan," jelasnya.
Walau begitu, menurut Krisnanda video dan foto tersebut tidak serta-merta bisa langsung pihaknya jadikan alat bukti, karena harus melalui proses Digital Forensic.
"Saya harus tahu dulu siapa yang menshooting, kemudian siapa yang mengunggah di Youtube. Saya harus temukan itu dulu, baru itu kami jadikan alat bukti dan akan saya jadikan (orang yang merekam dan mengunggah) sebagai saksi," terangnya.
Dalam kasus tersebut, pihaknya telah memeriksa sebanyak delapan orang saksi. Empat orang berasal dari pihak Bandara Susilo Sintang, empat orang lainnya adalah personel kepolisian yang ada pada saat kejadian tersebut.
"Kami memeriksa delapan orang, empat orang dari Kepala Bandara dan stafnya. Empat orang (lainnya) anggota Polisi yang ada di situ. Kepala Bandara saat kejadian tidak ada di tempat, sedang rapat di Medan, dan kemarin siang baru sampai langsung diperiksa Kasat Reskrim sampai malam, kemudian baru bisa kami simpulkan," ujarnya.
Dari hasil pemeriksaan, pihaknya menyimpulkan ada tiga dugaan tindak pidana dalam peristiwa tersebut.
"Yang pertama adalah Pasal 335, kalau dulu orang menyebutkan perbuatan tidak menyenangkan. Karena barangsiapa menggunakan cara kekerasan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Jadi Pak Tengku Zulkarnain, beliau akan melakukan ceramah di Sintang tidak bisa karena dihalang-halangi," paparnya.
Selanjutnya yang juga termasuk dalam dugaan tindak pidana adalah mengacung-ngacungkan mandau (senjata tajam).
Menurut Dir Reskrimum, di dalam Undang-undang (UU) Darurat disebutkan, barangsiapa yang membawa senjata tajam atau alat lainnya yang berhubungan dengan pekerjaan atau yang berhubungan dengan budaya, itu tidak bisa dihukum.
"Tapi juga kalau dipergunakan salah, sama hal nya pisau dapur. Pisau dapur itu untuk memotong buah atau sayur, tapi juga bisa sebagai alat untuk membunuh. Jadi yang kedua saya terapkan UU Darurat No 12 tahun 1951," jelasnya.
Selanjutnya yang ketiga adalah, sebanyak sekitar 30 orang yang masuk ke Bandara Susilo Sintang, hingga ke Apron, dan bahkan sampai mendekat ke pesawat.
"Itu juga melanggar UU No 1 tahun 2009 tentang Penerbangan. Jadi ada tiga dugaan tindak pidana yang kami duga, kami masih perlu pendalaman lagi. Tidak bisa misalkan langsung saya tangkap, nanti kalau nggak ada buktinya gimana, prosedurnya saya periksa dulu, mengumpulkan bukti-bukti, memeriksa saksi, A1, fotonya sudah ada kan. Untuk dipanggil atau ditangkap, nanti kami pelajari lagi," urainya.
Selain itu, dijelaskannya, personel Polres Sintang juga sudah membuat Laporan Polisi sebagai bentuk tindak lanjut, agar pihaknya sampai kepada tahap pemeriksaan saksi-saksi.
"Kemudian nanti ke arah siapa yang menjadi tersangka. Pertama adalah tentang UU Darurat, untuk masuk ke Pasal 335, kami memerlukan Laporan atau kehadiran dari Pak Tengku Zulkarnain untuk kami periksa," sambungnya.