TRIBUNNEWS.COM, DENPASAR – Lima orang sekeluarga yang diduga simpatisan organisasi teroris ISIS sudah menjalani pemeriksaan intensif oleh Tim Khusus di Polda Bali.
Merekapun akhirnya diberangkatkan ke Mabes Polri, Jakarta, pada Kamis (26/1/2017) siang.
Dengan dikawal oleh sejumlah anggota Densus 88 Antiteror, lima orang yang terdiri dari suami-istri dan tiga anak asal Jakarta itu menumpang pesawat Sriwijaya Air SJ-2601 melalui Bandara I Gusti Ngurah Rai menuju Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Jakarta.
“Setelah menjalani pemeriksaan selama dua hari di Ditreskrimum Polda Bali oleh tim khusus yang terdiri dari reserse kriminal umum dan khusus, serta intel, satu keluarga itu diterbangkan ke Mabes Polri untuk kepentingan penyelidikan lebih mendalam. Berangkat dari Mapolda Bali sekitar pukul 11.40 Wita, mereka dikawal anggota Densus 88 Antiteror,” jelas Kepala Bidang Hubungan Masyarakat (Kabid Humas) Polda Bali, AKBP Hengky Widjaja, di Mapolda Bali kemarin.
Seperti diberitakan Tribun Bali sebelumnya, lima orang itu diamankan oleh Polda Bali pada Selasa (24/1/2017) malam, sesaat setelah mereka mendarat di Bandara I Gusti Ngurah Rai dari Dubai (Uni Emirat Arab) pasca diusir oleh aparat keamanan Turki.
Pengusiran atau deportasi itu terkait dugaan bahwa mereka hendak menyeberang ke Suriah melalui Turki untuk gabung dengan ISIS.
Lima orang itu adalah adalah suami yang berinisial TUAB (39 tahun), kemudian istri NK (35 tahun), anak perempuan mereka NAZ (13 tahun), anak lelaki MSU (7,5 tahun), dan anak MAU (4 tahun).
Hengky menjelaskan, dari hasil pemeriksaan, TUAB dan istrinya NK berangkat ke Turki dengan niat untuk bergabung dengan ISIS.
Niat tersebut, kata Hengky, bukan berasal dari orang lain melainkan timbul dari diri mereka sendiri.
Selama 3 bulan sejak kedatangan mereka di Turki, keluarga ini hidup berpindah-pindah dari satu apartemen ke apartemen lain.
Namun mereka belum melakukan aktivitas yang berkaitan langsung dengan ISIS.
Kehadiran mereka kemudian terendus oleh otoritas kemanan Turki.
Mereka lalu ditahan dan menjalani pemeriksaan selama seminggu di sana sebelum dideportasi kembali ke Indonesia.
Dijelaskan Hengky, sang kepala keluarga, yakni TUAB, diketahui merupakan pria dengan latar belakang pendidikan tinggi.
Ia diketahui sempat tinggal selama beberapa waktu di Australia dan menempuh pendidikan magister (S2) di Negeri Kanguru itu.
Sekembalinya ke Indonesia, kata Hengky, TUAB bekerja sebagai karyawan swasta.
“Dari informasi mereka, mereka ingin bergabung (ISIS) dengan kesadaran sendiri. Seperti diketahui mereka adalah keluarga dengan latar belakang pendidikan yang cukup tinggi. Suami dapat pendidikan S2 di Australia. Tapi kami belum tahu S2 di Australia mana. Tidak disebutkan berapa lama dia di Australia. Kemudian salah satu anaknya juga lahir di Australia (yakni Bedford Park). Kemudian mereka cukup biaya untuk membawa satu keluarga ke Turki, jadi mereka ke sana tidak ada paksaan dan tuntutan dari pihak lain ke Turki,” urai Hengky.
Ditambahkan Hengky, mereka berlima deportasi dari Turki tanpa pengawalan khusus baik dari Interpol maupun otoritas keamanan Turki.
Mereka pulang kembali ke Indonesia dengan biaya sendiri dan memutuskan untuk tidak pulang dulu ke kediaman mereka di Cilincing, Jakarta Utara, melainkan memilih terbang ke Denpasar untuk berlibur.
“Jadi tujuan mereka ke Turki itu untuk bergabung dengan ISIS. Adapun pilihan untuk turun di Bandara Ngurah Rai Bali, karena mereka berkeinginan untuk berlibur terlebih dahulu. Jadi tidak ada maksud lain kenapa mereka mendarat di Bali dan bukan di Jakarta,” kata Hengky.
Terkait organisasi di dalam negeri yang mungkin terafiliasi dengan mereka, Hengky belum dapat memastikan.
Ia berdalih, sampai saat ini proses pengembangan pemeriksaan masih dilakukan di Mabes Polri.
Lima orang itu pun belum ditetapkan sebagai tersangka, dan masih menyandang status terperiksa.
Dari mereka, petugas telah mengamankan barang bukti, antara lain surat-surat atau dokumen-dokumen, termasuk alat komunikasi berupa ponsel yang nantinya juga akan diperiksa.
“Status mereka baru sebagai terperiksa. Sejauh mana keterlibatan mereka dengan organisasi tersebut (ISIS), apa yang sudah dilakukan dengan organisasi tersebut termasuk jaringan-jaringan dan teman-temannya dan sebagainya, itu masih perlu didalami,” kata Hengky.
Kepolisian belum dapat memutuskan apakah keluarga ini akan menjalani penahanan atau tidak sebelum proses pemeriksaan tuntas dilakukan.
Namun jika mereka dilepas, ada kekhawatiran mereka dapat menyebarkan paham radikal di tengah-tengah masyarakat.
“Jika mereka ke masyarakat, mungkin dampak langsungnya belum ada ya. Tapi dikhawatirkan mereka menyebarkan paham radikal. Nanti dia akan memanggil keluarga dan teman-temannya dan sebagainya untuk memberikan informasi tentang kondisi di sana (Suriah) dan warga Indonesia bisa direkrutnya menjadi anggota ISIS begitu,” ujar Hengky. (Tribun Bali/ I Gusti Agung Bagus Angga Putra)