TRIBUNNEWS.COM, MALANG - Empat pekerja kebersihan di SMPN 1 Singosari, Kabupaten Malang, mengaku diberhentikan, karena lebih memilih Salat Jumat saat diperintah untuk membersihkan puing bangunan.
Merasa diperlakukan tidak adil, mereka mengadu ke Penasehat Honorer Kabupaten Malang, Nurul Yakin.
Empat pekerja tersebut adalah Dadang Budiman (32), Sodik Harianto (39), Agus Muslik (42) dan Puguh Harianto (35).
Menurut pengakuan Dadang, mereka sudah bekerja di SMPN 1 Singosari selama lima tahun.
Selama bekerja di salah satu SMP favorit ini, mereka digaji Rp 900 ribu per bulan.
Hingga pada saat Hari Jumat di Bulan November, mereka diperintah oleh Arif Nurcahyo, yang saat itu menjabat sebagai humas.
Dadang dan kawan-kawan diminta untuk memindahkan puing musala. Namun mereka menolak dengan alasan akan melaksanakan salat Jumat.
"Waktu itu sudah pukul 10.00 WIB lebih. Mustahil bisa selesai memindahkan puing yang banyaknya mungkin lebih dari dua truk," ucap Dadang, saat ditemui Kamis (2/2/2017).
Danang memberikan opsi, pekerjaan tersebut dikerjakan pada hari Sabtu. Namun Arif meminta saat itu juga puing tersebut dipindahkan.
Sementara Sodik mengaku akan diberi uang Rp 400 ribu agar pekerjaan tersebut lekas dilakukan.
Namun mereka menolak dan memilih menunggu salat Jumat.
Namun akibat menolak perintah tersebut, mereka dituding makar. Sejak saat itu mereka sering menjadi bahan pergunjingan.
"Kami kemudian dilaporkan ke Kepala Sekolah. Padahal selama ini kami tidak pernah menolak perintah," ucap Danang.
Puncaknya pada 3 Januari lalu, Danang dan kawan-kawan diberhentikan.
Sementara itu pihak SMPN 1 Singosari melalui Arif Nurcahyo membantah melakukan pemecatan. Sebab empat pekerja tersebut menjadi tanggung jawab perusahaan pengerah.
Baca: Kiai Ma'ruf Amin Minta Seluruh Kader PBNU Maafkan Ahok
Arif membantah melakukan pemecatan. Arif menegaskan, empat pekerja tersebut bukan pegawai SMPN 1 Singosari.
Mereka dipekerjakan perusahaan alih daya (outsourcing) yang bekerja sama dengan SMPN 1 Singosari. Kontrak kerja sama ini diperbarui setiap satu bulan.
Jika dianggap pekerjaannya tidak memuaskan, pihak sekolah bisa mengembalikan kepada pihak perusahaan.
"Kami mengembalikan mereka ke perusahaan outsourcing yang mempekerjakan mereka. Bukan memecat, karena kami tidak bisa memecat," kata Arif, Kamis (2/2/2017).
Menurut Arif, empat pekerja alih daya tersebut sudah lama diperingatkan. Sebab selama ini pekerjaan mereka dianggap tidak memuaskan.
Bahkan perilaku mereka sudah pernah dirapatkan di tingkat pimpinan sekolah. Pihak sekolah juga sudah mengadukan ke pimpinan mereka, namun tidak pernah ada perubahan.
Pekerjaan mereka tetap berantakan dan tidak memuaskan. Sekolah merasa rugi, sebab sudah mengeluarkan uang namun tugas yang dibebankan tidak beres.
"Kami yang rugi, sudah keluar uang banyak tapi kerjanya tidak beres. Seharusnya mereka minta tanggung jawab ke perusahaan, bukan kepada kami," tegas Arif.