TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG – Peredaran formulir untuk mendata kiai pemilik pondok pesantren di Kabupaten Jombang membuat sejumlah ulama galau.
Di antaranya, KH Muhamad Irfan Yusuf, Pengasuh Ponpes Al-Farros, Desa Cukir, Diwek, Jombang, yang mengutarakan kegalauan tersebut.
“Selama 30 tahun saya menunggu santri. Baru kali ini ada pendataan kepada para kiai semacam ini. 'Sakjane kanggo opo yo? (Sebetulnya untuk apa ya?)," keluh KH Irfan kepada surya.co.id, Jumat (3/2/2017).
Putra almarhum politisi nasional senior KH Yusuf Hasyim ini mengkhawatirkan pendataan karena mengingatkan saat-saat menjelang peristiwa pemberontakan PKI 30 September 1965.
Saat itu banyak para ulama dan tokoh masyarakat diculik.
Diungkapkan, sejumlah ustad dan pengasuh di Ponpes Tebuireng, Jombang juga mempunyai kegalauan yang sama.
"Setidaknya ada empat kiai pengasuh ponpes yang juga memiliki kekawatiran serupa," kata cucu pendiri Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asyari ini.
Dikatakan, kegalauan itu antara lain dipicu beberapa pertanyaan pada formulir yang diterimanya, yang dirasa aneh.
“Termasuk salah satunya, siapa saja tamu yang hadir di ponpes miliknya? Ini maksudnya apa?” tanyanya.
Kapolres Jombang AKBP Agung Marlianto membenarkan diedarkannya formulir pendataan tersebut.
Menurutnya, pendataan dilakukan murni untuk 'update' potensi tokoh masyarakat di Kabupaten Jombang, bukan untuk keperluan lain.
Sebab, menurutnya, hampir semua kesatuan kepolisian daerah melakukan pendataan itu. Setiap daerah kepolisian, sambungnya, memiliki data semacam itu di wilayah masing-masing.
"Ini dikumpulkan menjadi satu dan dijadikan buku untuk menjadi data intel dasar,” ujar Kapolres Agung Marlianto.
Agung memastikan pendataan tidak berkaitan dengan peristiwa apapun.
"Kami pastikan pendataan itu murni untuk menjadi buku intel dasar. Tidak ada kaitannya dengan hal apapun. Sebab pendataan ini dilakukan setiap tahun sekali,” terangnya.
Agung juga menjamin pendataan itu bukan sebagai indikasi ke arah adanya kelompok atau paham intoleran yang akan masuk ke wilayah hukum Polres Jombang.
Meski begitu, Agung mengakui kemungkinan kesalahan teknis anggotanya dalam melakukan pendataan kepada para tokoh masyarakat.
“Kalau itu yang terjadi, atas nama pimpinan tertinggi Kepolisian Jombang, saya meminta maaf kepada para kiai yang kurang berkenan dengan adanya pendataan tersebut,” pungkas Agung.