Laporan wartawan Pos-Kupang.com, Novemy Leo
TRIBUNNEWS.COM, KUPANG - Pemerintah Provinsi NTT melalui dinas teknis terkait harus mengawasi panti asuhan yang melakukan kekerasan dan mengeksploitasi anak-anak.
Misalnya, pengurus panti asuhan menjatuhkan hukuman terhadap anak-anak panti yang nakal masuk kekandang babi dan mempekerjakan anak-anak panti asuhan di sawah dari sore hingga dini hari.
Ketua Lembaga Perlindugan Anak (LPA) NTT, Veronika Ata menyampaikan hal itu kepada Pos Kupang, Sabtu (4/2/2017).
Ata mengatakan, tahun 2014 LPA pernah mendapati sebuah panti asuhan melakukan eksploitasi dan kekerasan terhadap anak-anak panti. Hal ini terungkap dari cerita dua anak di panti asuhan yang berhasil melarikan diri.
Anak-anak, lanjutnya, dipaksa bekerja di kebun dan sawah sejak pulang sekolah pukul 3 sore hingga pukul 2 atau 3 dini hari.
"Mereka hanya istirahat 2 sampai 3 jam dan langsung ke sekolah," ungkap Ata, yang enggan menyebutkan nama panti asuhan yang dimaksud.
Persoalan lain, kata Ata, anak-anak dilarang bertemu dengan keluarga. Bahkan dilarang mengunjungi orangtuanya yang sakit. Jika ada anak yang melakukan kesalahan, semua anak akan menerima hukuman.
"Dihukum duduk berjam-jam, sehingga membuat anak‑anak menjadi bosan dan tidak menyenangkan. Menurut saya, panti asuhan seperti ini harus menjadi perhatian pemerintah. Bahkan ditindak tegas karena telah melanggar hak anak," kata Ata.
Bahkan, ada anak yang melakukan kesalahan akan dihukum berlebihan. Misalnya, duduk di dalam kandang babi selama berjam‑jam.
"Anak yang salah ditempatkan di kursi di kandang babi. Menurut mereka, dengan duduk di kandang babi, anak belajar dan bertobat, agar tidak boleh banyak menangis. Dan tidak boleh buat kesalahan," kritik Ata.
Hal ini bentuk pembinaan yang keliru dan melanggar hak anak, sehingga membuat psikis anak tertekan. Akibatnya, anak-anak tidak bisa menunaikan tugas di sekolah dengan baik.
"Kebutuhan fisik dan psikologis anak-anak panti asuhan harus terpenuhi, sehingga sebagai anak Indonesia pemilik masa depan bangsa mereka bisa tumbuh kembang dengan baik," pesan Ata.
Terhadap kejadian itu, LPA NTT telah mendatangi sekolah tempat anak-anak itu belajar untuk menggali informasi lebih jauh.
"Mereka mau bicara, namun terlihat sedikit ragu. Karena khawatir ada siswa lain yang akan menginformasikan hal ini kepada pihak pengelola panti," kata Ata.
Selanjutnya, jelas Ata, LPA menyurati panti asuhan tersebut dan panti asuhan lainnya di Kota Kupang. Isi surat itu, LPA minta kepada setiap panti asuhan supaya menjalankan panti asuhan dengan cara yang ramah anak.
"LPA minta kepada pimpinan panti asuhan agar lebih ramah terhadap anak dan jangan mengeksploitasi anaka-anak. Jika terjadi lagi, kami akan mengambil tindakan tegas," tandas Ata.
Menurut dia, kejadian itu memang sudah terjadi dua tahun lalu, namun tidak menutup kemungkinan tindakan kekerasan dan eksploitasi terhadap anak-anak panti itu terjadi di panti asuhan lainnya.
Karena itu, demikian Ata, langkah antisipatif pemerintah harus rutin memantau keberadaan panti asuhan dan membuka ruang dialog dengan anak-anak panti.(*)