TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Warga yang suka memancing di sungai di wilayah Surabaya diharapkan harus lebih waspada.
Sebab ikan wader, mujaer, nila dan beberapa jenis ikan yang ada di sungai Surabaya berpotensi mengandung bahan polutan tinggi akibat hidup di sungai yang tercemar.
Koordinator National Indowater Community of Practice, Riska Darmawanti mengatakan sungai Surabaya mengandung polutan tinggi.
"Pencemaran ini dibuktikan dengan kandungan plastik 420 nanogram per gram sampel. Padahal seharusnya tidak ada. Apalagi ini ukurannya sudah nanopartikel," ucap Riska yang ditemui saat melakukan aksi peduli sungai di Kalimas, Rabu (8/3/2017).
Selain itu juga ada kandungan pestisida organoklorin, serta limbah deterjen.
Bahaya dari zat yang mencemari sungai ini cukup besar.
Yang mengejutkan, zat ini ternyata juga mendorong produksi estrogen yang besar, dibuktikan dengan adanya penemuan ikan banci atau berkelamin ganda yang ada di Kalimas.
"Ditemukan ikan banci dimana ikan jantan tapi bisa memproduksi sel telur. Ibarat manusia, pria bisa menstruasi. Jika dimakan oleh manusia dampaknya bisa bahaya dalam jangka panjang," imbuh Riska.
Bahkan jumlah ikan banci di sepanjang Kali Brantas sudah sampai 30 persen.
Padahal kali Brantas hilirnya juga melewati sungai Surabaya.
Sebab kandungan zat tersebut bisa mengganggu hormon dengan tiga cara.
Yaitu mengubah sistesa atau degrafasi hormon, menyerupai hormon seks, dan memodifikasi hormon.
Reaksinya bisa mengganggu sistem repoduksi manusia, menurunkan kualitas sperma, menyebabkan kanker payudara dan kanker testis.
Lantaran ukuran zat pencemar yang sudah dalam ukuran nanopartikel, zat tersebut bisa tertimbun di tali pusar dan plasenta.
"Sehingga jika ibu mengandung dan tercemar zat ini bisa berpengaruh ke kondisi anak. Ada penelitian yang menyebabkan keterlambatan perkembangan motorik, autisme, dan impotensi," ucap Riska.
Untuk itu, dalam aksi kali ini Indowater Cop ingin agar pemerintah bisa lebih perhatian dan mau serius memandang permasalahan pencemaran sungai ini.
"Kami mendorong kementerian terkait dalam rangka pengendalian pencemaran plastik dan pestisida organoklorin di sungai dengan menetapkan platik dan pestisida serta limbah domestik sebagai parameter utama pemantauan kualitas air dalam PP No. 82/2001," tegas Riska. (Surya/Fatimatuz Zahroh)