Laporan Wartawan Tribun Jateng, M Nur Huda
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - Pemerintah Provinsi Jawa Tengah optimistis rencana pembangunan pabrik garam kapasitas produksi 40 ribu ton di pantai utara segera terealisasi.
Saat ini, Feasibility Study (FS) masih disusun dan ditargetkan tuntas akhir Maret ini. Sehingga pembangunan pabrik bisa dimulai tahun ini.
"Insya Allah kalau FS selesai, kita sudah bisa langsung jalan," kata Kepala Biro Infrastruktur dan Sumberdaya Alam Setda Pemprov Jateng, Peni Rahayu, Jumat (24/3/2017).
Bahan baku diambil dari petani yang kemudian diolah di pabrik agar menghasilkan garam kualitas baik untuk kebutuhan konsumsi industri. Setidaknya kadar yodium garam atau Natrium Chlorida (NaCl) mencapai angka 96.
"Saat ini garam rakyat yang ada rata-rata NaCl-nya baru 86. Maka nanti menggunakan teknologi tertentu agar NaCl bisa lebih tinggi," kata Peni.
Teknologi yang dibuat Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) saat ini masih diperhitungkan biayanya. Karena untuk mengalirkan air laut butuh lahan sangat luas.
Meski semakin luas area lahan untuk perlintasan air lautnya, maka kualitas garam makin bersih dan kadar NaCl makin tinggi. "Nanti garamnya benar-benar putih," ujar dia.
Jika nantinya petani garam belum bisa menggunakan teknologi itu, maka akan tetap menggunakan bahan baku apa adanya seperti pola produksi garam rakyat selama ini. Meski biaya lebih kecil, konsekuensinya untuk pengembalian modal usaha lebih lama.
"Itupun sudah kita pertimbangkan dalam FS yang sedang disusun," ujar Peni.
Pati dan Rembang sekian lokasi yang akan menjadi lokasi pabrik. Dilihat dari produktifitas, Pati lebih layak karena jumlah produksi selama ini tertinggi se Jateng.
Pada 2015 lalu produksi garam di Pati mencapai 38.1704 ton sementara pada 2016 sebanyak 16.868,5 ton atau menurun karena terdampak cuaca.
Sayangnya, di Pati terkendala lahan sebab calon lokasi yang bersebelahan dengan gudang garam yang dibangun Kementerian Pertanian ternyata ada sebagian milik pemerintah desa atau tanah kas desa. Di sisi lain, areanya terlalu rendah dan butuh pengurukan setinggi 3 meter.
"Kalau dari akses memang sangat baik," ia menambahkan.
Sementara pilihan lain adalah di Rembang. Pada 2015 lalu daerah ini mampu memproduksi 219.477,5 ton sedangkan pada 2016 sebanyak 1.464 ton menurun drastis karena cuaca. Di Rembang sudah ada calon investor yakni PT Garam.
"Tapi PT SPJT (BUMD calon pengelola pabrik) milik Pemprov dan PT Garam belum deal bagi sahamnya, PT Garam mintanya 90 persen sementara kita hanya 10 persen. Kalau segitu ya percuma, kita maunya 100 persen dari pemprov," ungkap dia.
Adanya pabrik garam untuk mengendalikan harga ketika panen raya tidak anjlok karena dipermainkan tengkulak. Nantinya, petani garam menjual produksinya ke pabrik milik pemerintah dengan harga yang ditetapkan.
"Ke depan harapan kita ada penetapan harga garam misalnya harga pembelian pemerintah (HPP) seperti pada beras," jelas dia.