TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - Duka merebak dari rumah bercat kuning di Jalan Kayu Putih, Lingkungan XI, Mabar.
Seorang perempuan tua duduk bersandar di dinding di sudut ruangan. Matanya sebak karena tangis yang nyaris tiada henti.
Beberapa saat sebelumnya dia kehilangan kesadaran. Pingsan untuk kali kesekian.
Perempuan ini bernama Murni, ibu Riyanto yang meninggal dunia diduga karena dibunuh.
Minggu (9/4/2017) pagi itu Murni bukan cuma kehilangan Riyanto. Dia juga tak akan melihat lagi menantu, besan, dan dua cucunya.
Seorang cucu yang lain, Kinara, empat tahun, tengah menjalani perawatan di RS Bhayangkara Polda Sumut.
Kinara selamat dari pembantaian meski mengalami luka-luka serius, terutama di bagian mata sebelah kiri.
Begitu hebat pukulan yang diterima Murni. Wajahnya pias memutih. Beberapa kali dia menceracau sehingga harus disabar-sabarkan oleh para kerabat dan tetangga.
Murni masih belum percaya musibah ini menimpa keluarganya.
"Astaghfirullah, ya, Allah. Anakku orang baik-baik. Ya, Allah, hanya anakku yang tahu apa yang terjadi. Kayak manalah sakitnya itu," katanya, lalu menangis sesenggukan.
Murni menyebut sepanjang hidupnya Riyanto jarang berselisih dengan orang lain. Sepengetahuannya, Riyanto tidak pernah punya musuh.
"Sejak kecil tak banyak cerita dia. Tak banyak ulah. Lurus-lurus saja dia. Anakku itu tak pernah macam-macam. Pagi pergi kerja pulang sore. Begitu setiap hari. Kalau tak kerja lebih banyak di rumah. Istri sama mertuanya pun jarang keluar rumah. Mereka punya usaha rumahan. Bikin lumpia untuk dijual. Nggak ngoyo-ngoyo hidup orang itu," kata dia.
Tak lama, tangis Murni kembali meledak. Sekali lagi dia semaput. Setelah sadar, Murni bilang bahwa dia teringat pada Gilang, satu dari dua cucunya yang ikut jadi korban.
Gilang ditemukan warga dalam kondisi tak bernyawa di kamar tidur bersama saudaranya Naya dan ibunya Sri Ariyani.